Dwi Estiningsih Tuding Pemerintah Tak Transparan

Uang Rupiah Baru.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh Nadlir

VIVA.co.id – Pasca dilaporkan Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia dengan pasal penyebaran ujaran kebencian, Dwi Estiningsih melalui pengacaranya kembali menegaskan, tak memiliki niat untuk mengutarakan kebencian bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan tertentu.

Sosok Ini yang Membuat Adik KH Agus Salim Tertarik Masuk Katolik

Iwan Satriawan, salah satu anggota pengacara Esti yang tergabung dalam Tim Advokat Cinta Pahlawan, ingin meluruskan beragam masalah yang kini menjadi perbincangan masyarakat, sehingga perdebatan tidak meluas dan keluar konteks.

Sebab, hari ini, Kamis, 29 Desember 2016, Esti kembali dilaporkan Gerakan Masyarakat Bhinneka ke Polda DIY, akibat pernyataannya di Twitter itu.

Kisah Chalid Salim, Adik KH Agus Salim yang Memilih Agama Katolik

Kata Iwan, komentar Esti dalam akun media sosial justru mempertanyakan kebijakan pemilihan gambar pahlawan dalam edisi uang Rupiah baru yang dikeluarkan pemerintah. Melalui statusnya, Esti mempertanyakan prinsip keadilan, bukan mempermasalahkan penggunaan gambar pahlawan non muslim.

"Esti menilai komposisi jumlah tokoh yang diputuskan pemerintah dianggap tidak sesuai dengan komposisi jumlah penduduk dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Esti tidak menolak keberadaan pahlawan non muslim yang ada dalam sejarah perjuangan Indonesia," kata Iwan, di Yogyakarta, Kamis, 29 Desember 2016.

Anti-Islam Meningkat Pesat di India Gegara Ini

Selain itu, Esti juga mempertanyakan keterbukaan pemerintah dalam membuat keputusan terkait gambar tersebut. Pemerintah dinilai tak mengedepankan asas keterbukaan. 

Menurutnya, pemerintah seharusnya menyosialisasikan dahulu gambar dalam mata uang kertas itu untuk  menghindari polemik.

"Dalam hal ini pemerintah tidak transparan padahal sikap populis Presiden sangat dipuji banyak pihak. Seharusnya pemerintah mempertimbangkan kemajemukan agar tidak terjadi perdebatan dan gejolak sosial," ujarnya.

Terakhir, ungkapan Esti di media sosial itu merupakan salah satu praktik terhadap kemerdekaan menyatakan pendapat. Hak ini dilindungi konstitusi.

"Kemerdekaan menyatakan pendapat adalah bagian kontrol dari warga negara terhadap jalannya pemerintah agar transparan dan akuntabel," jelasnya.

Pernyataan ini sejalan dengan tulisan Esti di akun Facebook dia, yang diunggah pada 23 Desember 2016.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya