PP Persis Tolak Ulama Disertifikasi

Kapolda Jatim bersama ulama se Madura dan Tapal Kuda di Markas Polda Jatim
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA.co.id – Pengurus Pusat Persatuan Islam menyatakan, menolak rencana Kementerian Agama untuk melakukan sertifikasi ulama.

Momen Bersejarah, Al Quran Berbahasa Gayo Hadir Memperkuat Identitas dan Budaya Aceh

Wakil Ketua Umum PP Persis, Jeje Jaenudin, menjelaskan, kualitas dan integritas seorang ulama terbentuk tidak sepenuhnya melalui aspek formal. Meski latar belakang pendidikan seperti fase sekolah pondok pesantren sangat diharuskan dan wajib dipertanggungjawabkan.

"Tidak bisa, dalam konteks sosiologis, Pemerintah menerapkan yuridis formal untuk menentukan siapa mubalig, siapa ustaz, tidak. Karena da'i di Indonesia, lahir dan diproduk dari lingkungan religius itu sendiri," kata Jeje di kantor PP Persis, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu 4 Januari 2017.

Peringatan Nuzulul Qur'an Tingkat Nasional, Kemenag: Spirit Bawa Indonesia Menjaga Keragaman

Menurutnya, kualitas ulama atau da’i terbentuk dari dua hal. Yaitu terpadunya kualitas aplikasi pemahaman agama dan tumbuhnya kepercayaan masyarakat karena keteladanannya. 

"Dengan keahlian yang dimilikinya, kemampuan, kepercayaan umat, itu perpaduan integritas pribadi. Jadilah seorang figur da'i, figur ulama. Maka tidak mudah (mensertifikasi)," ujar Jeje

Menag Lantik Sekjen, Widyaiswara Ahli Utama dan Pejabat Eselon II Kemenag

Tidak hanya itu, dari aspek politik, lanjut Jeje, sangat terlihat dalam rencana sertifikasi. Menurutnya, tinjauan kebijakan secara politis sangat terlihat. 

Bahkan, pembatasan tersebut terus terlihat usai umat Islam melakukan gerakan turun ke jalan untuk meminta pemerintah tegas berkeadilan dalam kasus penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Ini makin tidak relevan lagi kalau tinjauannya politis. Artinya, kebijakan ini muncul dan didesain hanya karena kepentingan ketika sudah ada gerakan ulama, mubalig, lebih luasnya gerakan Islam yang begitu kuat beroposisi kepada penguasa, baru muncul wacana untuk mensertifikasi,"    

Sebelumnya, Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, mengungkapkan kementeriannya akan merumuskan standar kualifikasi untuk penceramah agama. Langkah itu dilakukan agar tidak ada ceramah yang mengandung hujatan.

"Sekarang Kementerian Agama bekerja keras untuk merumuskan apa kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan sebagai standar penceramah itu," kata Lukman di PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 26 Januari lalu.

Lukman menerangkan seorang penceramah baru bisa diakui sebagai penceramah yang qualified jika sudah ada standar kualifikasi. Sertifikasi ini nantinya diharapkan dapat mengurangi sikap-sikap intoleran antarumat beragama. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya