Pabrik Semen Kendeng Bisa Dipindah demi Pemerataan

Aksi Semen Kaki Untuk Tolak Pabrik Semen Kendeng
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Pembangunan pabrik semen oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk di pegunungan kapur Kendeng, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dipercaya dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Tidak hanya untuk wilayah sekitarnya, tapi juga untuk seluruh wilayah Jateng.

8 BUMN Ini Sepakat Akselerasi Capai Target Penurunan Emisi Karbon
Hal ini disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), lembaga yang turut mengadvokasi  petani Kendeng yang sampai kini masih berjuang menolak pembangunan pabrik dengan cara menyemen kaki di depan Istana Negara, Jakarta. Mereka protes terhadap pemerintah yang membiarkan pembangunan.
 
Persaingan Makin Ketat, Semen Indonesia Perkuat Rantai Pasok
Menurut Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Natalius Pigai, Kendeng termasuk pegunungan karst. Ada sistem drainase bawah tanah yang berkontribusi terhadap ketahanan ketersediaan air tanah Jateng. Dibangunnya pabrik semen di wilayah yang vital itu sama artinya dengan merusak tatanan lingkungan di Jateng.
 
Dirut Semen Indonesia, Sosok Profesional Segudang Prestasi
"Sumber air di sana bisa dimanfaatkan untuk minum, dan bisa dialirkan ke sawah sebagai bagian peningkatan kebutuhan ekonomi masyarakat. Nah, dalam konteks itu, tidak ada jaminan pembangunan pabrik semen tidak merusak sistem karst. Tidak ada jaminan juga tidak mengganggu sumber-sumber ekonomi masyarakat yang ada di seputaran pegunungan Kendeng," ujar Pigai kepada VIVA.co.id, Kamis, 23 Maret 2017.
 
Lagipula, menurut Pigai, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat ini melaksanakan kebijakan penyamarataan pembangunan di luar Pulau Jawa. Pigai yang merupakan pria kelahiran Paniai, Papua, berpandangan pemerintah bisa mengalihkan pembangunan pabrik di pegunungan kapur lain yang ada di luar Pulau Jawa, tentu setelah melalui analisis lingkungan yang layak.
 
Sementara lingkungan di Pulau Jawa saat ini, menurut Pigai, sebaiknya dilestarikan dengan cara tidak dialihkan peruntukkannya menjadi lokasi industri tambang, termasuk pabrik semen.
 
"Sebaiknya pemerintah tidak usah melanjutkan pembangunan pabrik semen yang menelan biaya sampai Rp5 triliun," ujar Pigai. (ase)
 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya