Jakarta Ternyata Belum Terapkan Sistem Tilang Elektronik

Kepala Kakorlantas Polri Irjen Pol Royke Lumowa
Sumber :
  • VIVA.co.id /Syaefullah

VIVA.co.id – Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jendral Royke Lumowa mengatakan, sudah ada sekitar 262 kabupaten/kota yang sudah menerapkan sistem tilang elektronik atau e-Tilang.

Petugas ETLE Mulai Tahun Ini Dapat Insentif

Royke menjelaskan, penerapan e-Tilang itu sudah bersinergi antara lembaga penegak hukum, mulai dari Satuan Lalu Lintas Polres, Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri. Namun masih ada sekitar setengah dari seluruh kabupaten atau kota di Indonesia yang belum menerapkan sistem e-tilang.

"DKI belum. Ada beberapa daerah provinsi belum. Tapi di provinsi-provinsi yang lain sudah. Saya katakan tadi ada 262 daerah kabupaten/kota," kata Royke di Jakarta, Rabu, 3 Mei 2017.

Tilang Manual Jaring Pelanggaran 3 Kali Lipat dari Elektronik

Selain itu, kata Royke, Korlantas terus melakukan langkah ke depan untuk membuat sistem e-Tilang ke daerah-daerah lainnya. Tujuan penerapan e-Tilang itu untuk mempermudah para pelanggar lalu lintas dalam mengikuti penyelesaian pelanggaran lalu lintas atau sering disebut tilang.

"Kami berikan pendekatan bahwa sistem tilang elektronik ini kan adalah suatu jawaban untuk menuju kepada sistem hukum yang lebih sederhana, cepat murah, dan lain-lain," ujarnya. 

6.119 Pelanggar Lalu Lintas Terjaring Tilang Elektronik di Tangerang

Dikritik

Ombudsman Republik Indonesia telah monitoring saran perbaikan pelayanan publik dalam penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM), Tanda Nomor Kendaraan Bermotor  (TNKB) dan mekanisme tilang pelanggaran lalu lintas. Monitoring saran perbaikan itu dilakukan berdasarkan pengaduan masyarakat mengenai pelayanan tersebut.

Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan, monitoring ini ada tiga saran perbaikan yang disampaikan kepada Korlantas Polri. Pertama, terkait dengan sejumlah perbaikan Satuan Pelayanan Administrasi Sim (Satpas). Saran perbaikan Satpas itu di antarannya, adanya standar pelayanan.

Kedua, tidak terdapat alur pelayanan. Ketiga, soal kepastian saat pelayanan SIM, apakah ada dokter dan psikolog yang memeriksa. Keempat, soal bisnis link Satpas SIM.

"Dari berbagai hal tersebut kami mendapat jawaban bahwa pertama soal alur layanan sudah disediakan. Cukup banyak, sekitar 12 percontohan dari Satpas SIM yang dianggap baik, sudah memenuhi semua standar layanan sebagaimana diminta Undang-undang 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Mengenai dokter dan psikolog menjadi perhatian Kakorlantas untuk dipenuhi. Kehadiran bisnis juga jadi perhatian Kakorlantas untuk jadi pertimbangan Korlantas di masa depan," kata Adrianus.

Adrianus mengatakan, saat ini peringkat kepuasan publik terhadap pelayanan Korlantas yakni hijau atau dengan kata lain baik. Dia mengatakan, survei kepatuhan akan kembali dilakukan tahun ini. Namun dia berharap peringkat yang sudah didapat itu jangan sampai turun menjadi kuning atau merah.

Kemudian kedua, kata dia, soal TNKB. Pada 2016 lalu pihaknya mendapatkan laporan pengaduan terkait ketidakcukupan atau belum datangnya pelat nomor polisi. Namun untuk saat ini, kata dia, sudah ada e-Katalog kerja sama antara Korlantas Polri dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau jasa Pemerintah  (LKPP). 

"Jadi enggak ada lagi proses penunjukan langsung atau kontak dengan perusahaan. Semua sudah ditangani LKPP dengan tiga pemenang. Kami juga katakan bagaimana diserahkan ke daerah saja. Kan teknologinya tidak canggih-canggih amat. Kakorlantas bilang situasinya sudah 50:50, di mana pelat dari pusat tapi emboss dari daerah setempat. sehingga daerah juga diuntungkan lewat bisnis ini," ujarnya.

Kemudian monitoring saran perbaikan yang terakhir, kata Adrianus, yakni mengenai mekanisme penyelesaian pelanggaran lalu lintas. Penyelesaian pelanggaran tilang itu melibatkan tiga institusi penegak hukum, yakni Polisi, Pengadilan Negeri dan Kejaksaan Negeri.

Dia mengatakan, masih terdapat sejumlah daerah yang pelanggar tilang harus antre dan berjejal-jejal untuk sidang tilang. Sehingga ketika Polri ingin mengubah menjadi elektronik tilang harus melibatkan institusi penegak hukum lainnya. Kendati sudah ada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 12 tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas, namun belum terlalu banyak mengubah situasi sidang tilang yang harus antre lama.

"Walaupun sudah ada Perma 12 tahun 2016 yang mana hasil tekanan kami juga, belum ubah situasi. Masih memakai pendekatan sidang juga. Dengan kata lain apa yang kami khawatirkan tadi berdesak-desakan, berduyun-duyun, masih akan ada di waktu ke depan," ucapnya. 

"Memang ada yang terkurangi ketika ada masyarakat yang bayar lewat e-Tilang, (namun) terkendala soal tabel denda di mana kalau peradilan enggak pakai tabel denda pelanggaran apa, maka alhasil dikenakan denda maksimal. Maka ujung-ujungnya balik lagi ke manual, karena ada pengembalian ketika di persidangan. Dan akan merepotkan," dia menambahkan.

Kata Adrianus, Ombudsman berpendapat bahwa terkait tilang, Polri sudah bertindak sesuai porsinya. Namun dalam penyelesaian pelanggaran tilang juga melibatkan kejaksaan dan pengadilan. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya