Benteng Vastenburg Jadi Pusat Aksi Mogok Massal Sopir Taksi

Para sopir taksi berunjuk rasa dengan mogok beroperasi di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa pagi, 11 Juli 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar Sodiq

VIVA.co.id - Para sopir taksi berunjuk rasa dengan mogok beroperasi di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa pagi, 11 Juli 2017. Mereka berdemonstrasi menuntut pemerintah melarang taksi atau angkutan berbasis aplikasi online semacam Gojek, Grab, dan Uber.

Motif Sopir Taksi Online Peras Rp 100 Juta Penumpangnya, Kebelet Nikah Belum Ada Biaya

Aksi mogok massal ratusan sopir taksi itu digelar di sekitar Bundaran Gladag. Mereka memarkirkan mobil taksinya di sekitar Jalan Slamet Riyadi menuju arah Bundaran Gladag dan halaman Benteng Vastenburg, benteng peninggalan pemerintah kolonial Belanda.

Ratusan pengemudi dari sejumlah perusahaan taksi di Solo meneriakkan yel-yel penolakan beroperasinya taksi online. Mereka juga membawa spanduk bertulis kecaman terhadap taksi berbasis online yang disebut angkutan ilegal.

Top Trending: Kisah Nyata Konser Ghaib hingga 3 Personel Polsek Main Kartu

Benteng Vastenburg Jadi Pusat Aksi Mogok Massal Sopir Taksi

Para sopir taksi berunjuk rasa dengan mogok beroperasi di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa pagi, 11 Juli 2017. (VIVA.co.id/Fajar Sodiq)

Top Trending: Penumpang Dipaksa Transfer Uang Rp100 Juta hingga Momen Warga Suudzon dengan Polisi

Demonstrasi itu dijaga ketat aparat Kepolisian dan petugas Dinas Perhubungan Kota Surakarta. Para pengguna jalan harus bersabar ketika melintasi Bundaran Gladag yang dipenuhi ratusan mobil taksi yang parkir berjajar di sekitar jalan itu.

Tri Teguh SL, Ketua Pengawas Taksi Kosti Solo, mengatakan bahwa aksi itu sebagai tindak lanjut penyampaian protes kepada Gubernur Jawa Tengah pada 2 Juni lalu agar Pemerintah Provinsi melarang taksi online beroperasi di Solo Raya dan Jawa Tengah.

"Kita telah menyurati Gubernur terkait penolakan ini karena pemilik kekuasaan tarif dan kuota itu Gubernur. Nanti gubernur yang akan menentukan boleh dan tidaknya angkutan pelat hitam berbasis online beroperasi," katanya di sela-sela aksi.

Penolakan itu, kata Teguh, sudah digaungkan kepada para sopir taksi di Semarang. Namun di Semarang para sopir taksi sudah memiliki kesepakatan dengan dengan angkutan berbasis aplikasi online untuk tidak mengangkut penumpang di zona-zona tertentu.

"Kalau di Solo kita tutup total, mobil pelat hitam berbasis aplikasi online tidak boleh menaikkan penumpang di Solo. Wali Kota sudah kirimkan surat ke Kemenkominfo supaya Solo jangan diberi izin untuk beroperasinya angkutan berbasis aplikasi online," katanya.

Menurut catatan Teguh, angkutan pelat hitam berbasis aplikasi online seperti Uber yang beroperasi di Solo sudah sekira 300 kendaraan. Andai saja yang beroperasi 200 mobil, pasti sudah menggangu keberadaan angkutan umum taksi.

"Taksi umum sudah hancur-hancuran dengan beroperasinya taksi online itu. Pendapatan sopir taksi turun hingga 30 persen. Bahkan, untuk setoran saja sulit," katanya.

Hal senada dikatakan sopir taksi Gelora, Marwan. Menurutnya, keberadaan mobil pelat hitam berbasis aplikasi online harus dilarang untuk menaikkan penumpang di Solo karena kini para sopir taksi konvensional sulit mencari nafkah.

Dampak beroperasinya taksi online, kata Marwan, untuk mengejar setoran setiap hari pun sulit diraih. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tentu makin sulit.

"Setor sekitar dua ratus ribu saja sulit karena pendapatan berkurang drastis. Karena tidak bisa setoran, dikira kita tidak kerja padahal kita terus menunggu penumpang," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya