Disebut Lembaga Rekrutmen Terkorup, Ini Tanggapan Polri

Kabag Penum Divisi Hubungan Masyarakat Polri Kombes Pol Martinus Sitompul.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dian Tami

VIVA.co.id – Lembaga peneliti Polling Center bersama Indonesia Corruption Watch menemukan persepsi buruk di masyarakat terkait perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan institusi Polri.

Viral Dua Penyandang Disabilitas Ukir Prestasi, Lolos Rekrutmen Calon Anggota Polri Jalur SIPSS

Menanggapi hal tersebut, Kabag Penum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul mempertanyakan hasil survei dan respondennya.

"Yang pertama, sumbernya ICW itu dari mana? Survei mereka itu melalui siapa yang mereka lihat. Kita kan harus lihat dulu, apakah daerah perkotaan, apa pedesaan, tingkat pendidikannya," kata Martinus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 20 Juli 2017.

Polri Tegaskan Penerimaan Bintara Tak Dipungut Biaya: Lapor jika Ada Calo

Menurut Martinus, bila responden survei berasal dari kalangan orang-orang yang pernah memiliki masalah dengan polisi, semisal korban kesewenang-wenangan oknum aparat, responden itu akan memberi penilaian buruk terhadap Polri. Namun Polri ditegaskan Martinus tetap menghargai hasil survei tersebut.

"Kalau dia menyasar kepada mereka-mereka yang pernah menjadi korban, atau katakanlah yang korban penyalahgunaan polisi, ya pasti itu jelas dari survei mereka itu," ujarnya.

Soal Rekrut Santri, Polri Sebut Sudah Dilakukan Sejak Lama

"Kita menghargai. Kalau ada informasi-informasi seperti itu menjadi sebuah masukan bagi kita," katanya menambahkan.

Martinus mengatakan, survei harus mewakili semua elemen di masyarakat agar hasilnya tidak bias dan akurat. "Harus representatif untuk bisa menghasilkan sebuah survei yang signifikan yang bisa mendekati ke sebuah kebenaran," ujar Martinus.

Hasil survei Polling Centre, bekerjasama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyebutkan proses rekrutmen calon PNS sebagai yang terkorup di Indonesia. "Khusus dalam kaitan kita melakukan rekruitmen, itu kan sudah sangat terbuka sekali, transparan dan kita umumkan setiap hasil dari beberapa tahapan ujian itu," ujarnya.

Menurutnya, jika kemudian muncul mereka-mereka yang melaporkan adanya permainan uang itu, katanya, adalah mereka-mereka yang ketidakmampuan putra-putrinya di dalam tes itu kemudian berupaya menyuap. "Pihak polisi yang menerima (suap) ibarat seperti menunggu di atas kuda, menembak di atas kuda. Kalau lulus uangnya diambil, kalau enggak lulus uangnya dikembalikan," ucapnya.

Untuk diketahui, berdasarkan survei yang dilakukan secara nasional, publik meyakini sistem perekrutan di lembaga Kepolisian dan CPNS masih rentan penyimpangan.Temuan itu menyimpulkan, kurangnya kepercayaan masyarakat dipengaruhi berbagai faktor yang langsung dirasakan.

"Berdasarkan hasil survei, saat mendaftar kerja jadi PNS dinilai sebagai sektor terkorup. Karena 56 persen masyarakat menyatakan bahwa mereka pernah diminta uang secara ilegal oleh pihak tertentu ketika menggunakan jasa atau interaksi dalam sektor ini," kata peneliti Polling Center, Heny Susilowati saat menyampaikan survei antikorupsi di kawasan Jakarta Pusat, Kamis 20 Juli 2017.

Sementara itu, sebanyak 50 persen responden juga menyatakan lembaga Kepolisian masih terindikasi korup. Hal ini tak terlepas dari kesempatan masyarakat yang masih kerap berhubungan dengan anggota Kepolisian, sehingga pengalaman tersebut menimbulkan kesan negatif. "50 persen masyarakat yang pernah berhubungan dengan Kepolisian, dan 13 persen dari total responden menyatakan pernah dimintai uang atau hadiah secara tidak resmi," ujarnya.

Koordinator Divisi Investigasi ICW, Febri Hendri, menduga masih adanya stigma buruk di masyarakat terhadap lembaga negara tentang korupsi akibat informasi yang diterima masyarakat tidak secara utuh tersampaikan.

Tim Saber Pungli yang tengah gencar dilakukan Kepolisian ternyata tidak begitu pengaruh atas perbaikan di Korps Bhayangkara itu. "Kalau menurut kami, Kepolisian lebih banyak (penindakan) luar institusi Kepolisian. Kalau penindakan di internal, persepsi terhadap polisi pasti menurun," ujar Heny.

Sebanyak 2.235 responden dimintai tanggapannya berdasarkan multistage random sampling dan dilakukan di 34 provinsi sejak April - Mei 2017. Ini merupakan tahun kedua Polling Centre melakukan survei di masyarakat terhadap tren korupsi di Indonesia.

Mengikuti tren korupsi, Polling Centre menilai instansi yang berhubungan dengan pendidikan atau guru serta layanan administrasi publik berada di posisi terbawah. Sedangkan di posisi menengah adalah proses pengadaan barang dan jasa, pengadilan, sistem anggaran dan universitas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya