KPK: Orang Waras Bisa Nilai Pernyataan Saksi Pansus Angket

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak memusingkan tudingan-tudingan yang dilontarkan Muchtar Effendi di Rapat Pansus Hak Angket bentukan Dewan Perwakilan Rakyat. 

Febri Sindir Banyak Hal Menyedihkan KPK Era Firli Bahuri

Muchtar kini berstatus narapidana di Lapas Sukamiskin, Bandung, karena terbukti memberikan keterangan palsu dalam sidang mantan Ketua MK, Akil Mochtar.

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, masyarakat bisa menilai sendiri dengan melihat latar belakang kasus yang menjerat Muchtar Effendi sebelumnya.

Febri Apresiasi Ratusan Pegawai KPK Minta Pelantikan ASN Ditunda

"Ketika Pansus Angket KPK mendengarkan seseorang yang sudah menjadi terpidana dalam kasus pemberiaan keterangan tidak benar, saya kira publik bisa menilai hal tersebut," kata Febri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu 26 Juli 2017.

Kendati demikian, Febri menilai beberapa tudingan yang dilayangkan Muchtar perlu diklarifikasi pihaknya. Ihwal penyitaan harta Muchtar, misalnya. Febri mengatakan, kasus sengketa Pilkada bukan hanya menjerat Akil dan Muchtar, namun melibatkan banyak pihak. Karenanya, cakupan dimensi dalam kasus ini melibatkan banyak pihak dan perkara.

Febri Sebut OTT Bupati Nganjuk Ditangani Penyidik KPK Tak Lolos TWK

"Bahkan, sampai saat ini kasus itu masih berjalan, seperti ME (Muchtar Effendi) yang masih status tersangka suap kepada Akil. Sehingga barang bukti masih kami gunakan untuk sejumlah perkara," kata Febri.

Febri mengingatkan, jika ada pihak-pihak yang keberatan dalam proses penyitaan, pengembalian aset atau hal lain, dapat menempuh jalur hukum yang ada. "Itu akan lebih baik," kata Febri.

Menurutnya, fakta-fakta hukum terkait Muchtar sudah banyak diuji dan diputuskan di persidangan. Bahkan, ada yang sudah berkekuatan hukum tetap.

"Jadi saya kira masih banyak yang memiliki akal sehat (menilai) mana kebenaran dan mana kebohongan yang disampaikan," kata Febri.

Dalam kesempatan sama, Febri menyangkal tudingan istri Muchtar yang menyebut adanya jaksa meminta 20 persen dari nilai aset sitaan. Febri mengatakan, secara hukum itu tidak memungkinkan. Sebab, tidak ada dasar hukum yang mengatur pembagian apakah untuk penyidik, jaksa atau institusi.

"Hukum kita hanya mengenal bagian dari pelapor yang sudah diatur mulai dari undang-undang sampai peraturan lainnya. Ada bagian tertentu meskipun dari aspek implementasi perlu dilihat bagaimana efektivitasnya," kata Febri.

Febri memandang, tudingan-tudingan seperti ini sering disampaikan orang-orang tertentu. Tapi, setelah dicek KPK ternyata tidak pernah benar dan tak terbukti.

Menurutnya, di negara lain ada hukum yang mengatur pembagian aset recovery. Namun, hukum di Indonesia tak mengatur hal tersebut. Saat barang disita, maka dibuatkan berita acaranya. Lagipula, penyitaan diketahui oleh orang yang menguasai barang yang disita.  

"Setelah disita diuji ke pengadilan sampai diputus hingga berkekuatan hukum tetap. Prosesnya tidak di KPK karena ada lelang melibatkan Kementerian Keuangan," ujarnya.

Disinggung mengenai pihak Lapas mengizinkan Muchtar Effendi hadir di Pansus, Febri tak mau berspekulasi. Dia hanya mengingatkan bahwa selain narapidana, Muchtar Effendi saat ini sedang berstatus tersangka dugaan suap penanganan sengketa Pilkada di MK.

Karenanya, Febri mengingatkan pihak-pihak lain tidak melakukan perbuatan yang dapat menghambat proses penanganan kasus di KPK, sebab bisa diancam pidana maksimal 12 tahun penjara, seperti yang diatur dalam Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tipikor.

"Kan sudah banyak pihak yang diproses karena upaya menghalangi (proses hukum berjalan di KPK)," kata Febri. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya