Dituding Punya Rumah Sekap, KPK: Akal Sehat Bisa Bedakan

Suasana Pansus Angket KPK saat menggelar rapat.
Sumber :

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Pansus Angket bentukan DPR agar bisa membedakan istilah safe house dengan rumah sekap, seperti yang disampaikan salah satu saksi perkara suap, Niko Panji Tirtayasa. Hal itu disampaikan KPK merespons rencana Pansus Angket KPK yang bakal mengunjungi rumah aman atau safe house KPK. 

MK Bantah Inkonsisten Soal UU MD3

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, pihaknya tak mengenal istilah rumah sekap. Dia meminta Pansus Hak Angket bisa memakai akal sehat dalam membedakan istilah safe house dengan rumah sekap yang diklaim oleh Niko.

"Selain memang sebelumnya enggak ada rumah sekap, adanya safe house. Harusnya akal sehat bisa bedakan," kata Febri kepada awak media, Kamis, 10 Agustus 2017.

Rekomendasi Pansus Angket Masuk Akal, KPK Harus Patuhi

Febri menyarankan Pansus tak hanya mendengarkan keterangan dari Niko soal klaim rumah sekap. Istilah itu dianggap sengaja digunakan untuk melemahkan KPK. 

Febri mengakui, Niko sempat dilindungi penyidik dengan ditempatkan di suatu tempat yang aman alias safe house. Perlindungan itu, lanjutnya, diberikan setelah Niko merasa mendapatkan intimidasi sewaktu menjadi saksi perkara dugaan suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). 

PKS dan Demokrat Kompak Tolak Rekomendasi Pansus KPK

Kasus suap yang menyeret Niko sebagai saksi tersebut, menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar dan paman Niko yakni, Muchtar Effendi.

"Iktikad baik KPK untuk melindungi saksi, diputarbalikkan jadi disebut penempatan di rumah sekap. Tidak semua orang di Pansus terima mentah-mentah, metode berpikir perlu itu," kata Febri. 

Febri mengingatkan semua pihak untuk bisa membedakan pengertian safe house yang sebenarnya dengan klaim Niko yang menyebut rumah sekap. 

"Yang ada adalah safe house, jangan sampai para anggota Dewan gagal menyampaikan mana safe house dan rumah sekap," kata Febri.

Dikonfirmasi secara terpisah, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan seharusnya Pansus Hak Angket tidak meributkan mengenai rumah aman KPK. Hal itu merupakan rahasia negara sebagaimana diatur dan dijamin oleh undang-undang.

"Tindakan pansus seperti itu akan merugikan upaya perlindungan saksi dan korban di masa mendatang," kata Laode melalui pesan singkat.

Sementara itu, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, saksi atau pelapor yang nyawanya terancam wajib dilindungi dalam rumah aman yang dimiliki KPK. Hal itu adalah amanah Pasal 15 huruf a Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menyebutkan KPK wajib memberi perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan ihwal terjadinya pidana korupsi.

Terlepas dari pemaknaan rumah aman yang dipersoalkan Pansus Angket KPK, Edwin mengatakan bahwa saksi yang ditempatkan dalam safe house statusnya terlindung, baik itu saksi, korban maupun pelapor dalam kondisi khusus yang sangat terancam keselamatan jiwanya.

"Karena itu ada konsekuensinya, komunikasi terlindung dengan pihak lain tentu akan dibatasi," kata Edwin.

Diketahui, sampai saat ini LPSK melindungi saksi dan pelapor yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK. "Oleh sebab itu, rumah aman menggunakan standar yang tinggi, berbeda dengan rumah pada umumnya," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya