KPK Bidik PT DGI Dalam Banyak Kasus

Gedung KPK Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih menelaah hasil penyidikannya dan menelusuri aset-aset  tersangka korupsi PT Duta Graha Indah, berkode saham DGIK, yang kini telah berganti nama PT. Nusa Kontruksi Enjiniring, Tbk. 

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Korporasi pertama yang ditetapkan tersangka oleh KPK itu diduga melakukan tindak pidana korupsi berkaitan proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, Bali. Namun PT DGI atau PT NKE baru menjaminkan uang Rp15 miliar kepada KPK.

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, berkaitan kasus PT DGI, pihaknya tidak hanya menelusuri kasus Udayana, melainkan menelusuri proyek lain yang dikerjakan juga oleh PT DGI dan terindikasi korupsi.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

Karena itu, menurut Febri, memungkinkan KPK kembali melakukan penyitaan atau perampasan aset dalam penegakan hukum terhadap PT DGI atau NKE. "Secara Perma memungkinkan untuk perampasan aset, tetapi tergantung hasil penyidikan dan kami juga fokus dengan bukti-bukti yang dimiliki saat ini," kata Febri di kantornya, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu 23 Agustus 2017.

Perampasan aset tersebut, terang Febri, bisa dalam dua hal. Pertama karena berkaitan barang bukti, dan kedua, berkaitan hukuman pidana untuk pengembalian kerugian negara.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

Diketahui, selain proyek pembangunan RS pendidikan  Udayana, PT DGI atau PT NKE juga menggarap sejumlah proyek pemerintah, di antaranya adalah pembangunan Gedung di Universitas Mataram dan Universitas Jambi.

Kemudian pembangunan Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Surabaya tahap 3, RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo.

PT DGI juga pernah mengerjakan proyek Wisma Atlet dan pembangunan Gedung Serba Guna Palembang, Pemprov Sumatera Selatan tahun 2011.

Dari proyek tersebut PT DGI mendapat fee sampai Rp49,01 miliar, berdasarkan fakta persidangan atas terdakwa mantan Direktur Utama PT DGI  Dudung Purwadi dan mantan Bendum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Sementara untuk kasus dugaan korupsi pembangunan RS Pendidikan di Udayana, PT NKE atau PT DGI diduga merugikan negara hingga Rp25 miliar.

Febri menerangkan, pasal yang disangkakan terhadap PT DGI tak tertutup kemungkinan untuk menjerat korporasi ini dalam kaitan proyek lainnya. Meski begitu, pihaknya kata dia tak mau gegabah dalam menjatuhkan sangkaan.

"Intinya pasal yang disangkakan KPK, memungkinkan untuk menelusuri proyek yang lainnya. Kan penerapan pidana korporasi ini bertujuan memaksimalkan asset recovery dari sebuah tindak pidana korupsi," kata Febri.

Dalam kasus DGI, KPK telah memeriksa Dirut PT Nusa Kontruksi Enjiniring, Tbk, yang mewakili PT Duta Graha Indah, Joko Eko Suprastowo, pada Selasa 22 Agustus 2017. Tetapi saat dikonfirmasi sejumlah hal oleh para wartawan, dia memilih bungkam.

Sebelumnya, Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan, pemeriksaan Joko itu untuk menelisik dugaan-dugaan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh PT DGI. "Ya kami kan mendalami semua proyek-proyeknya. Kalau yang (merugikan negara) Rp25 (miliar) itu kan hanya satu proyek saja, dia (DGI/NKE) kan kerjakan berapa proyek," kata Agus Rahardjo di kantornya, Jakarta.

Menurut Agus, pihaknya mencurigai PT DGI atau PT NKE ini tidak hanya melakukan perbuatan korupsi berkaitan proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, Bali. Karena itu, penyidik KPK, tegas Agus, tengah mendalami kasus-kasusnya. "Kalau ditemukan proyek lain itu ada KKN-nya, kami usut lagi," kata Agus.

Penyidik KPK sendiri menjerat PT DGI dengan Pasal 2 Ayat 1 atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Febri mengatakan, penetapan tersangka DGI merupakan tindak lanjut dari penerbitan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016. Dalam Pasal 31 Peraturan MA itu dikatakan, dalam hal keuntungan berupa harta kekayaan yang timbul dari hasil kejahatan maka seluruh keuntungan tersebut dirampas untuk negara. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya