Jenderal Purnawirawan TNI Bantah Terlibat Saracen

Satgas Patroli Siber mengungkap kelompok pelaku ujaran kebencian berkonten sara.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Irwandi Arsyad

VIVA.co.id – Nama Mayor Jenderal (Purn) Ampi Tanujiwa muncul dalam daftar nama diduga struktur Saracen, kelompok penyedia jasa menyebarkan ujaran kebencian berbau sara, yang beredar di media sosial. 

Anti-Islam Meningkat Pesat di India Gegara Ini

Menanggapi hal itu, Ampi membantah terlibat dalam Saracen. "Enggak betul. Saracen saya enggak tahu. Orangnya pun saya enggak kenal. Yang saya kenal Eggi Sudjana saja," katanya, Kamis 24 Agustus 2017.

Dalam daftar nama yang beredar di media sosial itu pun terdapat nama Eggi. Ampi mengemukakan, dia mengenal Eggi lantaran mereka bertetangga di Bogor, Jawa Barat. 

Ujaran Kebencian Terhadap Muslim di India Meningkat 62 Persen, Ini Pemicunya

"Itu dia, teman-teman saya pada telepon saya bagian dari penebar fitnah. Saracen apa sih artinya? Tetangga saya Eggi Sudjana di belakang rumah, di Bogor," ujarnya.

Eggi juga membantah terlibat Saracen. Menurut Eggi, dia tidak mengenal kelompok Saracen. Bahkan, dia baru mendengar nama grup tersebut saat ini. "Itu jelas fitnah ke saya. Itu perbuatan orang yang tidak terpuji. Saya baru dengar istilah Saracen," ujarnya saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 24 Agustus 2017 malam.

GP Ansor Bubarkan Pengajian Syafiq Basalamah, Tere Liye Semprot PBNU: Jangan Dikit-dikit Keberatan

Seperti diketahui, Satgas Patroli Siber Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membongkar grup Saracen. Kelompok ini diduga menyediakan jasa menyebarkan ujaran kebencian dan hoax melalui media sosial.

Kelompok Saracen ini sudah menjalankan aksinya dari tahun 2015. Petugas membekuk tiga tersangka yang juga pengurus dari grup Saracen. Di antaranya, pria berinisial MFT (43) ditangkap di Koja, Jakarta Utara, 21 Juli 2017 dan pria berinisial JAS (32) ditangkap di Pekanbaru, Riau, 7 Agustus 2017. Tersangka ketiga seorang wanita berinisial SRN (32), ditangkap  di Cianjur, Jawa Barat, 5 Agustus 2017.

Sindikat penebar kebencian itu memiliki ribuan akun. Mereka  berbagi tugas untuk mengunggah konten pro dan kontra terhadap suatu isu. Untuk setiap proposal jasa yang ditawarkan, mereka membanderolnya hingga Rp100 juta. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya