Eksepsi KPK Ditolak PN Jaksel, Praperadilan Dilanjutkan

Ketua DPR, Setya Novanto
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Makna Zaezar

VIVA.co.id – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menolak keberatan atau eksepsi yang disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto, tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Setya Novanto Bantah Kecelakaan yang Dialaminya Rekayasa

Sebelum hakim tunggal Cepi Iskandar membacakan keputusan sela ini, ia sempat menskor sidang sekitar 180 menit untuk meneliti dan menganalisa terlebih dahulu. "Mengadili menolak eksepsi termohon, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang untuk mengadili perkara ini (praperadilan). Memerintahkan kedua pihak untuk melanjutkan perkara ini," kata Cepi Iskandar di ruang sidang utama PN Jaksel, Jalan Ampera Raya Jakarta Selatan, Jumat 22 September 2017.

Keputusan sela ini menyangkut eksepsi pihak termohon KPK, tentang kompetensi absolut. Dimana sebelumnya, permohonan praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto mendalilkan bahwa penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh termohon (KPK) tidak sah dan cacat hukum, karena penyelidik dan penyidik yang ditunjuk untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pemohon adalah bukan penyelidik dan penyidik yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan Undang-undang. Pemohon juga mendalilkan terkait keabsahan dari penyelidik dan penyidik yang menangani kasus ini.

MK Bantah Inkonsisten Soal UU MD3

Dalam eksepsinya yang pertama, termohon menganggap dalil pemohon itu keliru, tidak benar, tidak beralasan dan tidak berdasarkan hukum. Karena menurut termohon, sah atau tidaknya pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK bukan obyek praperadilan dan kewenangan hakim praperadilan. Tetapi obyek dan kewenangan peradilan Tata Usaha Negara (TUN).

Dalam pertimbangannya, hakim praperadilan menyimpulkan bahwa dalil permohonan praperadilan dari Setya Novanto itu adalah tentang keabsahan dari penyidik penyidik yang bukan berasal dari Polri atau telah diberhentikan dari anggota Polri. Karena itu, penyidik KPK ini tidak berwenang melakukan penyidikan atas diri pemohon.

Rekomendasi Pansus Angket Masuk Akal, KPK Harus Patuhi

Tapi jika hal itu dihubungkan dengan peradilan Tata Usaha Negara, tentunya harus ditinjau dari yang pemohon yang bersengketa atas keputusan pejabat Tata Usaha Negara yang dianggap dan dinilai merugikan pemohon. Akan tetapi didalam hal ini, pemohon bukan orang yang ditunjukkan pejabat TUN atau tidak terkait dengan hal itu.

"Oleh karena itu, hakim praperadilan berkesimpulan bahwa pemohon praperadilan dari pemohon bukan merupakan sengketa TUN. Dan (ini) menjadi kewenangan prapedadilan," ujar Cepi.

Sedangkan menyangkut eksepsi KPK yang lainnya, yakni eksepsi tentang permohonan praperadilan merupakan materi pokok perkara, eksepsi tentang permohonan praperadilan bukan lingkup praperadilan (error in objecto), eksepsi tentang permohonan praperadilan kabur (obscuur libel) dan eksepsi tentang permohonan praperadilan prematur di samping oleh hakim. Karena hal itu sudah menyentuh pokok perkara praperadilan, maka untuk itu eksepsi ini akan dilanjutkan dalam pokok praperadilan.

"Menimbang setelah eksepsi ditolak praperadilan harus dilanjutkan," ucapnya.

Hakim praperadilan akan kembali melanjutkan sidang praperadilan yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Golkar pada Senin 25 September 2017, dengan agenda penyerahan bukti oleh termohon KPK serta tambahan bukti dari Setya Novanto selaku pemohon. Sebab, Sebagian besar barang bukti dari pemohon sudah diserahkan kepada hakim pada sidang hari ini.

Sedangkan Selasa, diagendakan pemeriksaan saksi dan ahli dari pemohon. Tapi pihak Pemohon berencana hanya menghadirkan ahli saja. Sedangkan Rabu, dijadwalkan, giliran KPK untuk menghadirkan saksi dan ahli didalam persidangan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya