Banyak Anak Petinggi MA Tak Lolos Seleksi Calon Hakim

Pimpinan Mahkamah Agung saat beri keterangan pers beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Lilis Khalisotussurur

VIVA.co.id – Panitia seleksi penerimaan calon hakim di lingkungan Mahkamah Agung (MA) mengumumkan hasil seleksi kompetensi dasar (SKD). Panitia hanya meloloskan 3.808 nama dari 25.358 peserta seleksi tahap II.

Jadi Tersangka Kasus TPPU, Windy Idol Diperiksa KPK Pakai Kemeja Biru

"Ternyata di dalam ujian TKD ini keluarga anak-anak dari keluarga Mahkamah Agung banyak enggak lulus, terutama putra-putri petingginya," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, di gedung MA, Jakarta, Jumat 29 September 2017.

Mengenai berapa jumlah anak anak pejabat di lingkungan MA yang tidak lolos tes hakim ini, Abdullah enggan menjelaskan. "Kami tidak bisa ungkapkan, karena menyangkut nama orang tua mereka," kata dia.

Mario Dandy Dijebloskan ke Lapas Salemba Usai Vonis 12 Tahun Berkekuatan Hukum Tetap

Abdullah menambahkan, banyaknya anak dari keluarga pejabat MA yang gugur dalam selesai hakim ini membuktikan tidak ada nepotisme dalam rekrutmen hakim. MA ingin menjaga integritas dan kualitas para hakim.

"Mahkamah Agung benar-benar ingin mendapatkan SDM yang berkualitas diseleksi secara jujur, akuntabel dan transparan tidak ada sedikitpun unsur KKN yang ada di sini kemudian," tegasnya.

MA Amerika Serikat Batasi Peredaran Pil Aborsi

Puluhan Penguji

Dalam seleksi hakim ini tak tanggung tanggung sebagai penguji melibatkan para akademisi dari 87 kampus terkemuka, seperti Unpad, UGM, UI, Undip, Unsu, hinga IAIN di seluruh Indonesia. Tak hanya itu para akademisi yang menguji punya integritas yang terjaga.

"Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh penguji wawancara yang pertama tidak memiliki konflik kepentingan, artinya mereka tidak ada dan tidak boleh memiliki keluarga yang mengikuti ujian," ungkapnya.

Selain itu para penguji tidak boleh menguji di daerah tempatnya berasal, mereka harus menguji para calon hakim di daerah lain.

"Termasuk kalau dulu pernah tugas di suatu daerah, maka yang bersangkutan tidak bisa di tugasnya di daerah tersebut. Harus daerah yang betul betul lain, demi menjaga objektifitas dan tranparansi," ungkap Abdullah. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya