Pengacara Ancam Pidanakan KPK Jika Buat Sprindik Baru Setnov

Ketua DPR Setya Novanto
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengaku tak ambil pusing dengan rencana Komisi Pemberantasan Korupsi yang berupaya mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) baru terhadap kliennya.

Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin

"Kalau menurut saya kalau memang mau keluarin sprindik kan haknya dari mereka," kata Yunadi saat dihubungi VIVA.co.id, Sabtu 7 Oktober 2017

Namun, menurutnya, hal itu tidak bisa dilakukan apalagi jika merujuk pada beberapa peraturan yang ada. Jika KPK menerbitkan sprindik baru menentang putusan praperadilan Setya Novanto, maka dapat dianggap hal itu melawan putusan hukum sehingga dapat dipidanakan.

Polisi Didesak Segera Usut Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Stop Kasus e-KTP

Kata dia, putusan praperadilan adalah putusan hukum terakhir dan mengikat semua pihak. Di mana putusan praperadilan merupakan putusan yang tidak bisa dikasasi maupun PK (Peninjauan Kembali)

"Itu kan sudah inkracht berlaku seketika dan mengikat semua pihak. Jika Penyidik KPK nekat dengan arogan menerbitkan Sprindik baru, serta merta baik penyidik maupun pimpinan KPK bisa dijerat dengan pasal 216 KUHP, pasal 220 KUHP, pasal 421 KUHP jo pasal 23 undang No 31/1999 Jo UU No 20/2001 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tentang melawan putusan hukum dengan penyalahgunaan kekuasaan, itu ancamannya 6 tahun penjara," ujar dia.

Respon Jokowi Usai Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Maka dari itu, ia mengingatkan agar KPK tak bermain-main dalam memproses suatu kasus. Kasus yang sudah diputus pengadilan menurutnya, tidak bisa dibuat sprindik baru. Jika KPK menerbitkan sprindik baru, maka hal itu dapat diproses hukum.

Dengan demikian, mantan pengacara Budi Gunawan ini menegaskan KPK tidak bisa menetapkan kembali kliennya sebagai tersangka lantaran berlawanan dengan aturan hukum.

"Kita sudah punya prosedur dan sudah punya koridornya masing-masing, jadi hormatilah hukum. Kalau dia merasa tidak terima silakan, carikan bukti-bukti yang lain yang bukan kasus e-KTP. Karena dalam kasus e-KTP sudah final dan tidak berhak diusut lagi. Seseorang tidak bisa diperiksa dua kali meski karena obyek dan subyeknya sama, kendati belum sampai di pokok perkara," katanya.

Sebelumnya, KPK mengklaim sudah mengantongi bukti-bukti dugaan keterlibatan Setya Novanto mengenai pemberian uang dan barang senilai lebih dari miliaran rupiah terkait proyek e-KTP. Pemberian itu berasal dari Bos PT Biomorf Lone, Johannes Marliem saat proyek e-KTP tahun 2011-2013 bergulir.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengakui bukti-bukti itu sebagian sudah diberikan FBI kepada pihaknya. Namun, untuk saat ini detailnya belum bisa disampaikan ke ranah publik.

"Informasi rincinya tentu belum bisa kami share ke publik karena ada beberapa info yang sifatnya teknis penyidikan. Tapi, benar KPK bekerja sama dan berkoordinasi dengan otoritas di beberapa negara, dengan Amerika kami kerja sama dengan FBI terkait pengumpulan dan pencarian bukti karena ada bukti yang berada di sana," ujar Febri, Kamis, 5 Oktober 2017.

Febri menambahkan, KPK akan menjadikan bukti-bukti itu sebagai bagian dari bahan pengusutan kasus e-KTP. Termasuk untuk bahan mengusut kembali dugaan keterlibatan Setya Novanto, pada proyek yang merugikan negara senilai Rp2,3 triliun itu.

Mahkamah Agung juga menilai KPK bisa menetapkan kembali Setya Novanto dalam kasus e-KTP. Sekalipun Hakim Cepi Iskandar telah membatalkan status tersangka Ketua DPR RI itu dalam sidang permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"KPK masih ada kesempatan untuk menetapkan kembali tersangka," kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Abdullah di Gedung MA, Jakarta, Jumat 6 Oktober 2017. Selengkapnya di tautan ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya