Satu Bulan Awas, Mungkinkah Status Gunung Agung Turun?

Gunung Agung
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bobby Andalan

VIVA – Besok, Minggu 22 Oktober 2017 tepat satu bulan Gunung Agung berstatus awas. Ratusan ribu warga dari 28 desa terdampak masih mengungsi.

Pendaki Lansia Ditemukan Tewas di Puncak Gunung Agung, Jasad Ditemukan WNA

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani, saat memberikan keterangan resmi evaluasi status awas Gunung Agung tak menampik banyak pertanyaan kapan gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut akan meletus.

"Banyak pertanyaan kapan meletus. Tentunya siapa pun tidak ada yang bisa menentukan. Juga ada pertanyaan kapan statusnya akan diturunkan?" kata Kasbani di Pos Pengamatan Gunung Api Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Sabtu, 21 Oktober 2017.

Merugi, Seluruh Outlet Toko Buku Gunung Agung Bakal Ditutup Akhir 2023

Kasbani menjelaskan, untuk penurunan status awas mesti mengacu pada data-data yang dikeluarkan oleh Gunung Agung itu sendiri. Selama ini, kata Kasbani, PVMBG hanya mengamati aktivitas Gunung Agung berdasarkan teknologi yang dimilikinya.

"Data-datalah yang mengatakan itu, apakah itu data visual maupun data instrumen," tuturnya.

Netizen Geram Lihat Tingkah Bule Lepas Celana Pamer Alat Kelamin di Puncak Gunung Agung Bali

Sejak ditetapkan awas pada Jumat malam, 22 September 2017 pukul 20.30 WITA, terjadi peningkatan signifikan manifestasi permukaan Gunung Agung.

"Kita lihat ada embusan asap mengandung uap air dan gas di atas semakin signifikan. Semburan air juga ada. Dari satelit ada manifestasi thermal yang meningkat tajam dari sebelumnya," papar Kasbani.

"Di kawah itu kan zona lemah, juga ada rekahan di sana makin berkembang, lubang di sana juga makin banyak. Tanah yang di dalam kawah terbakar, itu indikasi ada aktivitas Gunung Agung di bawahnya. Semua itu artinya aktivitas Gunung Agung meningkat," tambah Kasbani.

Dari sisi instrumen yang dimiliki PVMBG seperti, sembilan stasiun seismik, empat stasiun GPS, dua stasiun tieltmeter, CCTV dan thermal camera serta alat mobile pengukuran geo-kimia juga menunjukkan hal sama. 

"Kami mendapatkan data dari satelit untuk mengetahui kondisi di atas. Data-data tersebut untuk menetapkan status tetap atau turun itu harus konsisten sama. Kalau katakanlah seismik turun, tapi data lain tidak mendukung, itu tidak bisa dilakukan (penurunan status). Karena turunnya itu harus konsisten dan pelan-pelan," ujar dia.

Untuk data seismik yang terekam jauh sebelum status Gunung Agung dinaikkan bertahap, gempa tektonik lokal sudah berkembang jauh sebelum bulan September 2017. Jika sebelumnya gempa tektonik lokal berada di sisi barat laut, kemudian makin mendekat dan terakhir berada di perut Gunung Agung.

"Itu berkembang dari sisi barat laut kemudian mendekat lagi ke arah gunung itu, akhirnya gempa-gempa vulkanik itu juga berkembang di bawah gunung itu. Gempa vulkanik dalam makin banyak dan pada saat kenaikan pertama di bulan September untuk status level II (waspada) gempa vulkaniknya ada peningkatan cukup signifikan," ujarnya.

Untuk data thermal kamera, Kasbani menyebut, mengindikasikan hal sama. Lantaran terus terjadi peningkatan aktivitas signifikan, maka pada tanggal 18 September 2017 status Gunung Agung dinaikkan ke level III (siaga). Jika saat masih level II gempa vulkanik terekam hanya satuan, maka pada level III sudah berada di angka puluhan.

"Kemudian pada tanggal 22 September itu terjadi peningkatan luar biasa. Gempa vulkanik dangkal dan dalam pada saat itu mencapai 720 kali. Sejak saat itu gempa vulkanik fluktuasi hingga saat ini. Dia berada di kisaran antara 500 bahkan sampai di atas seribu," kata Kasbani. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya