Kasus Korupsi Rp1,3 Triliun di PT PANN Sering Ditunda

Sidang dugaan korupsi modus pembiayaan untuk PT Meranti Maritime
Sumber :
  • Edwin Firdaus

VIVA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menunda dua kali persidangan terkait perkara dugaan korupsi pembiayaan, pengalihan utang dan pengoperasian dan pemberi dana talangan oleh PT PANN Pembiayaan Maritime (Persero) kepada PT Meranti Maritime.

Kejagung Tahan Rennier Tersangka Kasus Korupsi Asabri

Perkara korupsi yang menjerat mantan Kadiv Usaha PT PANN, Libra Widiarto dan Henry Djuhari selaku Direktur Utama PT Meranti Maritime, nilainya mencapai Rp1,3 triliun.  

Sedianya, sidang dengan agenda membacakan tuntutan dari Jaksa pada Kejaksaan Agung RI, digelar hari ini, Senin, 30 Oktober 2017. Tapi terpaksa ditunda oleh Ketua Hakim Mas'ud, lantaran tim jaksa Kejaksaan yang dikepalai oleh Pakpahan, belum siap dengan surat tuntutannya. Padahal, pekan lalu, sidang ini sudah ditunda.

Keponakan Surya Paloh Mengaku Beli Mobil dari Tersangka Korupsi

"Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Senin, 6 November 2017," kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Pengamatan VIVA.co.id, berdasarkan risalah sidang dan catatan Pengadilan Tipikor Jakarta, tak cuma agenda pembacaan tuntutan saja yang ditunda, melainkan pada agenda sidang sebelum-sebelumnya, persidangan kasus ini sempat berkali-kali ditunda dengan sejumlah alasan.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

Persidangan sendiri berlangsung sepi dari sorotan media. Padahal jumlah korupsinya mencapai triliunan rupiah. Selain itu, jadwal sidang perkara-perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari bersamaan memang terpantau cukup padat.

Untuk diketahui, perkara ini bermula ketika penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus berhasil membongkar korupsi mengenai pembiayaan, pengalihan utang dan pengoperasian, serta pemberian dana talangan oleh PT PANN Pembiayaan Maritime (Persero) kepada PT Meranti Maritime.

Dalam kasus ini, nilai kerugian negaranya mencapai US$27.000.000 atau sekitar Rp1,3 triliun berdasar hasil audit BPKP. Berdasarkan penyidikan, Henry Djuhari dan Libra akhirnya menjadi tersangka.

Dalam upaya mengungkap perkara pemberian kredit oleh PT PANN ke PT Meranti, penyidik memeriksa banyak saksi-saksi dan sejumlah dokumen kerjasama PT PANN dengan Meranti Group. Hasilnya ditemukan dugaan tindak pidana berupa mark-up dalam pemberian fasilitas keuangan negara untuk pembelian kapal yang dilakukan oleh PT Meranti Maritime dan PT Meranti Bahari.

Pada 2011 PT PANN mengucurkan kredit ke perusahaan Group PT Meranti Maritime untuk pengadaan Kapal KM Kayu Putih. Namun dalam perjalanannya Kapal KM Kayu Putih ternyata tidak laik jalan dan tidak bisa beroperasi. Pembayaran cicilan kredit pun mengalami kemacetan.

Lalu Kapal KM Kayu Putih ini dikembalikan dalam kondisi tidak baik. Saat itu utang tercatat yang belum dibayarkan kepada PT PANN senilai US$18 juta dan Rp21 juta dengan jatuh tempo pembayaran pada 2015 lalu.

Tapi saat bersamaan, PT Meranti Bahari, anak perusahaan dari PT Meranti Maritime, juga mendapat kucuran kredit dari PT PANN untuk membiayai pengadaan kapal KM Kayu Ramin senilai US$27 juta dan Kapal KM Kayu Eboni senilai US$27 juta. Anehnya, yang dijadikan jaminan hanya kapal yang dibiayai tersebut tanpa disertai jaminan lainnya.

Tak hanya itu, PT PANN juga mengucurkan kembali kredit baru kepada PT Meranti Bahari sebesar US$9 juta untuk operasional eks pengadaan kapal Kayu Putih yang sudah dikembalikan sebelumnya. Bahkan tahun 2015 setelah itu PT PANN Pembiayaan Maritime lagi-lagi mengucurkan dana talangan tunai sebesar US$4 juta untuk operasional PT Meranti Maritime.

Dari sinilah dugaan bancak-membancak uang negara ini terjadi. Karena pemberian dana talangan oleh PT PANN Pembiayaan Maritim sampai menabrak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor: 29/POJK.05/2014 tentang Penyelengaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan mengenai larangan pemberian dana talangan.

Pada perkara tersebut, jaksa mendakwa kedua terdakwa menggunakan Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya