Wacana Cost Sharing, BPJS Diminta Fokus Perbaiki Pelayanan

Ilustrasi warga antri pembuatan BPJS Kesehatan
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA – Adanya wacana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mengusulkan pemberlakukan kebijakan cost sharing bagi peserta yang menderita penyakit katastropik menuai sorotan. BPJS Kesehatan dinilai mestinya memaksimalkan pelayanan terlebih dulu sebelum melempar wacana yang dinilai belum mendesak.

Berbagi Kebaikan Ramadhan, JEC Hadirkan Layanan BPJS Kesehatan dan Operasi Katarak-Juling Gratis

Usulan cost sharing ini yaitu berbagi biaya antara BPJS Kesehatan dengan pasien atau keluarga yang alami penyakit katastropik.

"BPJS Kesehatan jangan buat wacana aneh-aneh lah. Mau membebani pasien dengan tambahan biaya, sementara pelayanan kesehatan yang ada sekarang saja masih payah," kata Wakil Sekjen DPP PKB Dita Indah Sari, kepada VIVA, Senin, 27 November 2017.

Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan Ajak Pemudik Mampir ke Posko Mudik BPJS Kesehatan

Dita mengkritisi pelayanan BPJS Kesehatan karena masih belum maksimal di daerah. Salah satunya, pasien perserta BPJS yang dinomor duakan dalam perawatan rumah sakit dengan alasan kamar penuh. Kemudian, keluhan lain mulai pengurangan jatah obat hingga pengurangan jumlah hari rawat inap.

"Sampai pasien klenger bahkan tewas karena prosesnya kelamaan. Alasan kamar penuhlah. Soal-soal semacam ini adalah keluhan umum. Belum bisa diatasi, kok bisa malah minta peserta ikut bayar biaya 8 penyakit? Adilnya di mana?" ujar Dita.

Transformasi Digital Dinilai Memuaskan, BPJS Kesehatan Dianugerahi Penghargaan Istimewa

Kemudian, ia pun heran dengan alasan BPJS Kesehatan yang mengeluhkan defisit triliyunan rupiah. Ia mempertanyakan transparansi pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan. Justru dengan kebijakan ini, mungkin akan membuat masyarakat lebih kritis terhadap BPJS.

"Wacana cost sharing 8 penyakit ini malah membuat publik balik mempertanyakan efisiensi dan transparansi pengelolaan keuangan lembaga ini. Sudah benar belum?" tuturnya.

Lagipula, kata dia, evaluasi BPJS Kesehatan ada di tangan Dewan Jaminan Sosial Nasional. Sebaiknya BPJS memprioritaskan citra pelayanan yang lebih baik ketimbang merencanakan usulan yang menuai kritikan.

Apalagi, selama ini, pasien penderita katastropik mengandalkan BPJS Kesehatan. Jumlahnya pasien penyakuit ini pun tak sedikit yang juga berasal dari masyarakat tidak mampu.

"Sudahlah tidak usah banyak wacana. BPJS fokus saja perbaiki dirinya dan perbaiki layanan kepada pesertanya. Jika memang membutuhkan tambahan anggaran, ajukan saja ke pemerintah dan Komisi IX DPR. Jangan minta dari kantong pasien," kata mantan aktivis tersebut.

Saran Komisi IX DPR

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay mengatakan BPJS Kesehatan agar membuat simulasi pembiayaan dengan sistem cost sharing. Ia menekankan, kebijakan ini berimplikasi dengan aspek lain termasuk kepesertaan dan pelayanan.

“Karena itu, kami mengusulkan agar BPJS membuat simulasi pembiayaan dengan sistem cost sharing ini. Berapa sebetulnya nilai penghematan yang didapat? Berapa persen bisa menutupi defisit?" kata Saleh dalam keterangannya, Senin, 27 November 2017.

Dikatakan dia, harus ada sosialisasi BPJS Kesehatan dalam wacana cost sharing ini. Sosialisasi diperlukan agar masyarakat tetap menjadi peserta BPJS Kesehatan.

"Bagaimana cara yang akan ditempuh agar masyarakat yang mampu tetap mau menjadi peserta BPJS? Bagaimana cara BPJS kesehatan meningkatkan pelayanan bagi mereka yang membayar lebih ini, dan lain-lain?” tuturnya.

Wacana cost sharing ini mencuat ketika Komisi IX DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan direksi dan pengawas BPJS Kesehatan, Kamis, 23 November 2017. Salah satu yang dibahas terkait defisit yang melilit BPJS Kesehatan. Faktor yang menyebabkan defisit ini karena membengkaknya biaya pengobatan bagi peserta penderita penyakit katastropik seperti jantung, kanker, ginjal, leukimia, hemofilia, stroke, thalasemia, dan siroris hepatitis.
    

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya