Dituduh Minta Uang Rp40 M, Prabowo Bisa Polisikan La Nyalla

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA – Indonesia Police Watch atau IPW, menilai pengakuan mantan Ketua Umum PSSI, La Nyalla Matalitti, tentang permintaan uang senilai Rp40 miliar untuk saksi Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur, yang dilakukan Ketua Umum Partai Gerindra, bisa menjadi pintu masuk untuk mengusut adanya politik uang.

Ketua DPD: Amandemen 2002 Kecelakaan Akibat Kebut-kebutan Tanpa Rem

"Kasus La Nyalla harus menjadi pintu masuk bagi Satgas Anti Politik Uang Polri untuk menciptakan Pilkada yang bersih dan berkualitas," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Jumat, 12 Januari 2018.

Menurut Neta, sebenarnya tak hanya La Nyalla, yang mengalami hal ini. Neta mengatakan, Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi juga pernah mengaku dimintai uang Rp10 miliar oleh seorang oknum Golkar. Uang itu disebut untuk modal mendapatkan rekomendasi untuk maju ke Pilkada Jabar.

Ketua DPD RI Ikut Berduka Cita atas Meninggalnya Hero Tito

Menurutnya, apa yang dikatakan La Nyalla maupun Dedi sebenarnya bukanlah hal baru. Isu uang mahar sudah menjadi rahasia umum di balik pencalonan kepala daerah.

"Belenggu uang mahar ini sulit untuk dibuktikan. Padahal ia menjadi salah satu penyebab berkembangnya politik biaya tinggi dan maraknya korupsi yang melibatkan kepala daerah," katanya.

La Nyalla: Hak Konstitusi Partai Baru Dijegal Pasal 222 UU Pemilu

Neta meminta, dengan terbentuknya Satgas Antipolitik Uang, isu uang mahar ini harus diusut dan disapu bersih. Dengan adanya pengakuan La Nyalla hal ini bisa menjadi momentum bagi Satgas Anti Politik Uang Polri untuk membongkar sinyalemen selama ini tentang uang mahar di balik pilkada.

"Bagaimana pun kasus uang mahar ini merupakan bagian dari politik uang di balik pilkada. Kasus uang mahar inilah yang membuat pilkada menjadi tidak berkualitas," ucapnya.

Memang untuk sementara ini, dalam kasus La Nyalla maupun kasus Dedi belum ada unsur pidananya, sehingga sulit bagi satgas untuk memprosesnya secara hukum. Kasus ini sarat dengan urusan etika dan moralitas politik agar ke depan perkara uang mahar dan politik uang bisa diminimalisir.

"Satgas bisa menggunakan UU Pemilu, KUHP dan ketentuan lain untuk menelusurinya agar kasusnya bisa terkuak," katanya.

Untuk itu, katanya, Satgas perlu mendatangi La Nyalla maupun Dedi untuk menggali kebenaran pengakuan mereka dan mencari tahu siapa saja saksinya serta mencari peluang untuk membongkar kasusnya ke jalur hukum.

Meski tidak bisa diproses secara hukum, tapi dari penjelasan La Nyalla, Dedi, dan saksi saksi lain, Satgas bisa melakukan antisipasi atau bahkan mungkin bisa melakukan OTT di kemudian hari. Pengakuan La Nyalla, meski tidak bisa diproses secara hukum tapi telah menjadi pukulan telak bagi Prabowo dan Gerindra.

"Jika pengakuan La Nyalla tersebut tidak benar tentunya Prabowo bisa melaporkannya ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Agar semuanya transparan Prabowo perlu juga mengklarifikasi pengakuan La Nyalla tersebut," ujarnya.

Terlepas dari hal itu, IPW memberi apresiasi pada La Nyalla yg telah membuka kasus ini ke publik. Sehingga sinyalemen uang mahar di balik Pilkada 2018 semakin nyata. Tinggal bagaimana Satgas membuat strategi agar kasus ini bisa diusut.

IPW berharap Satgas Anti Politik Uang Polri harus menjadikan kasus La Nyalla ini sebagai momentum untuk memantau, memburu, dan menciduk para pelaku politik uang di balik Pilkada 2018. Sehingga keberadaan Satgas Anti Politik Uang Polri benar benar nyata dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya