Fahri Hamzah: Imunitas DPR dari Konstitusi, Bukan UU MD3

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, anggota DPR RI memiliki hak imunitas yang diberikan oleh konstitusi. Ada atau tidaknya UU MD3 itu, DPR tetap memiliki hak imunitas. Karena, tugas DPR adalah melakukan kontrol terhadap eksekutif.

Jokowi Marah hingga Ancaman Reshuffle, Salah Siapa?

Menurut Fahri, kelahiran lembaga legislatif dan yudikatif itu untuk menjaga eksekutif. Itu sebabnya, pasal 20 ayat 3 UUD 1945 memberikan hak imunitas kepada anggota DPR.

"Itu konstitusi, bukan dibikin oleh angota DPR di UU MD3. Itu hak imunitas diberikan oleh konstitusi," kata Fahri di acara ILC tvOne, Selasa malam, 20 Februari 2018.

Fahri Hamzah: Aksi Sujud Risma Bukti ada Masalah Penanganan Corona

Hak imunitas tersebut didapatkan oleh dewan, karena DPR sendiri harus dapat melindungi rakyat. Fahri mengatakan, Anggota DPR itu merupakan cerminan dari rakyat, karena DPR sendiri dipilih oleh rakyat.

"Di mana rakyat itu dijaga, ya di parlemen, karena itu diberikan hak imunitas. Karena itu, kata-katanya tidak bisa dipersalahkan, tindakan dalam pekerjaannya tidak bisa dipersalahkan. Kan, itu dasar dari lahirnya tradisi demokrasi di Indonesia yang baru 20 tahun ini," ujar Fahri.

Fahri Hamzah: Jokowi Mengiba, Bukan Drama 'Marah'

Fahri juga memprotest, terkait banyaknya anggota dewan yang dipanggil oleh Komisi pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, selama ini hal itu merupakan hal yang berlawanan dari demokrasi.

"Di kita ini di balik. Sekarang, anggota DPR kita dipanggil karena nyanyian Nazarudin bolak-balik KPK, akhirnya kayak KPK yang mengontrol parlemen. Itulah orang yang menyebutkan DPR harus dikontrol bukan KPK, kalau KPK tidak boleh dikontrol. Ini sebenarnya ada kerusakan cara berpikir ya, agak fatal sebetulnya," ujar Fahri

Fahri menegaskan, standar dari sistem demokrasi adalah DPR memiliki kontrol utama. Sehingga, semestinya KPK yang berada dalam kontrol DPR bukan sebaliknya seperti yang terjadi sekarang ini.

"Kalau kita memakai standar demokrasi, supreme controller itu ada di parlemen jangan di balik-balik, karena itu kewenangan memanggil, memaksa orang untuk membuat jawaban di depan rakyatnya itu harusnya ada di DPR," ujarnya.

Lebih jauh, Fahri menilai, seorang anggota DPR apabila tersangkut kasus hukum idealnya diadili dulu di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). "Berhentikan dulu dia (dari DPR) baru diperiksa, selama ini kan kehormatan DPR ini dirusak bolak-balik diperiksa. Kalau mau diperiksa, berhentikan dulu," tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya