Ketua DPR Jamin Tak Polisikan Pengkritik Anggota Dewan

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo berjanji tidak akan ada masyarakat termasuk wartawan yang menjadi korban atas berlakunya Undang-undang  Undang-undang MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3).

DPR Sahkan Revisi UU MD3 Soal Penambahan Pimpinan MPR

“UU MD3 sudah berlaku efektif, tapi saya selaku pimpinan DPR menjamin tidak akan ada warga yang diproses hukum karena mengkritik DPR,” ujar Bambang di Jakarta, Jumat, 16 Maret 2018.

Bambang juga menjamin dengan berlakunya UU MD3 tidak memberikan efek negatif terhadap masyarakat. "Jangan sampai ada kesalahpahaman bahwa UU MD3 akan mematikan kritik masyarakat terhadap DPR," ujar dia.

Sepakat Revisi UU MD3, Dua Fraksi Ini Beri Catatan

Dengan berlakunya UU MD3 tersebut dia berharap tak ada lagi pihak yang  memprovokasi dan mengadu domba sesama anak bangsa atau antara parlemen dan rakyatnya.

"DPR menjadi hebat karena diawasi oleh rakyat. Kritik justru sangat diharapkan karena itulah vitamin bagi DPR. Yang tidak boleh adalah menyebarkan ujaran kebencian dan fitnah. Kita tentu tidak ingin bangsa ini asyik bergumul saling membenci dan memfitnah satu sama lain," ucap dia.

Mengapa DPR Bernafsu Revisi UU MD3 di Akhir Masa Jabatan?

Perihal sikap Prrsiden Joko Widodo yang tidak mengeluarkan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait UU MD3, diapresiasi oleh Bambang.

Ia menekankan, sekalipun Presiden Jokowi akhirnya tidak menandatangani UU MD3, namun UU MD3 tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945.

"Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 menyebutkan jika RUU yang telah disetujui DPR dan pemerintah tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, maka RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan," kata dia.

Ia mempersilakan masyarakat yang tidak setuju dengan berlakunya UU MD3 melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sistem ketatanegaraan Indonesia telah memberikan ruang bagi siapapun untuk melakukan gugatan karena tidak setuju atas aturan hukum yang sudah ditetapkan.

"Judicial review adalah langkah yang sangat konstitusional. Daripada melakukan demonstrasi maupun menyebarkan fitnah, lebih baik yang tidak setuju bisa melakukan judicial review ke MK. Apapun nantinya putusan MK, DPR siap melaksanakannya. DPR adalah petugas rakyat. Kita taat hukum dan taat azas," kata Bambang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya