Jokowi Gandeng Ma'ruf, Prabowo-Sandi Dinilai Belum Habis

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) didampingi Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno (kanan) berpegangan tangan bersama seusai memberikan keterangan pers di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (9/8/2018) malam.
Sumber :
  • ANTARA/Sigid Kurniawan

VIVA - Kejutan terjadi di hari-hari akhir pendaftaran calon presiden dan wakil presiden 2019 pada Kamis 9 Agustus 2018. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memilih koleganya di partai berlambang burung Garuda itu sendiri yakni Sandiaga Salahudin Uno.

Rektor Pakuan: Klaim Menang Pilpres 2019 Agar Disikapi Hati-hati

Keputusan Prabowo itu menimbulkan reaksi keras khususnya dari partai yang beberapa hari ini mesra dengan mereka, Partai Demokrat. Salah satu politikus mereka, Andi Arief meradang dengan menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus.

Mantan staf khusus Presiden SBY bidang bencana itu menilai Prabowo memilih Sandiaga karena faktor logistik atau uang. Dia menuduh Sandiaga memberikan uang entertain kepada PKS dan PAN agar direstui menjadi cawapres.

PKB Mengadu ke KPU Lamongan

Sementara di kubu petahana, Jokowi akhirnya menggandeng Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia sekaligus Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Ma’ruf Amin. Jika akhirnya yang bertarung adalah dua pasangan ini, bagaimana peluang masing-masing?

"Bisa saling mengalahkan. Sama-sama memiliki peluang," kata Pengamat Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, saat dihubungi VIVA, Kamis, 9 Agustus 2018.

Duh, Kantor Jurdil2019.org Diintai Orang Tak Dikenal

"Semua bergantung pada rakyat yang akan memilih," tambah dia.

Lantas, apakah Ma'ruf akan bisa membawa gerbong NU-nya memenangkan Jokowi, Ujang mengatakan bisa. Tapi, itu juga tergantung dengan catatan Jokowi berkinerja baik dimasa sisa jabatannya.

"Jika kinerjanya buruk dan ekonomi memburuk, bisa saja disalip oleh Prabowo," katanya.

Ujang menambahkan Sandiaga juga bisa menutup kekurangan Prabowo. Semua tergantung dari pendekatan Sandiaga kepada masyarakat.

"Jika bekerja keras menggarap kaum milenial bisa menambah elektoral Prabowo," tuturnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Adi Prayitno, mengungkapkan kelemahan pasangan Prabowo-Sandi. Mereka kalah mulai dari elektabilitas hingga dukungan partai. 

"Ada yang tak selesai antara Prabowo dan Demokrat. Sebab itulah Prabowo diklaim sebagai jenderal kardus karena komitmen koalisinya tak jadi dengan Demokrat," jawab dia saat ditanya soal muncul tudingan jenderal kardus secara tiba-tiba.

Terkait dengan keputusan Prabowo yang kemudian menggandeng Sandiaga, Adi mengatakan alasan pastinya hanya Prabowo dan Tuhan saja yang tahu. Yang jelas, katanya, pilihan menggandeng Sandi tentu makin mempersempit ruang partai lain merapat ke Prabowo karena posisi capres-cawapres disapu bersih.

"Jelas ini tak menguntungkan," kata Adi.

Adi juga menilai langkah Prabowo itu semacam blunder besar karena capres dan cawapres dari Gerindra. Menurutnya, bukan hanya tak menarik, Pilpres 2019 sudah terlihat siapa pemenangnya.

Kedua, lanjutnya, pilihan cawapres Sandiaga tentu sangat mengagetkan karena secara elektabilitas Sandi nyaris tak pernah muncul dalam survei-survei. Apalagi kinerja Sandi di Jakarta disorot publik karena tak ada perbaikan signifikan.

"Ketiga, munculnya nama Sandi disertai aroma tak sedap soal mahar Rp500 miliar yang disampaikan Andi Arief dalam Twitternya. Ini malapetaka bagi demokrasi kita. Bawaslu harus gerak cepat melakukan investigasi. Praktik ini jelas dilarang konstitusi," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya