- Reza Fajri
VIVA – Survei yang digelar Lingkaran Survei Indonesia Denny JA atau LSI Denny JA pada Kamis 7 Februari 2019 lalu, menyebutkan bahwa pasangan capres-cawapres nomor urut 02, lebih unggul dibandingkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf di kalangan terpelajar. Namun hal ini tidak menjadikan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf berkecil hati.
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani, menganggap itu fenomena yang biasa. Karena dia menilai kalangan terpelajar itu identik dengan kalangan muda yang dianggap selalu memiliki pemikiran yang berseberangan dengan pemerintah.
Kalangan muda inilah yang disebut kalangan terpelajar, dan kalangan muda tidak sependapat dengan pemerintah itu adalah hal biasa.
"Sejak saya zaman mahasiswa itu yang namanya mahasiswa kan kalangan itu terutama yang punya hak pilih. Artinya SMA sudah kelas 2 kelas 3, kuliah, serta yang sudah sarjana, itu memang jiwa oposisinya lebih kencang, jiwa oposisinya itu lebih banyak. Jadi kalau misalnya kalangan terpelajar itu seperti itu bukan sesuatu yang mengherankan," kata Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 8 Februari 2019
Kalangan muda selalu mempunyai jiwa kritik terhadap pemerintah. Arsul juga menganggap kalangan muda di manapun itu pasti ingin mencoba alternatif dari pemerintahan yang ada.
"Survei mana pun terhadap pemerintahan yang ada, tingkat ketidakpuasan kalangan terpelajar itu, termasuk di Amerika sekalipun, pasti lebih tinggi terhadap pemerintahan," kata Arsul.
"Artinya kalau kepala pemerintahannya itu berkontestasi lagi, pasti yang namanya kalangan terpelajar itu juga punya kecenderungan untuk saya dalam tanda kutip ambil risiko untuk mencoba berpikir alternatif," katanya.
Menurut Arsul, yang dilategorikan kalangan terpelajar di Indonesia yakni sesorang yang pernah mengikuti jenjang perkuliahan dan sarjana. Jumlah kalangan terpelajar di Indonesia hanya sebesar 12 persen.
Yang justru menjadi keanehan adalah tingkat penyebaran hoaks yang terjadi di kalangan terpelajar yang berjumlah 12 persen itu. Itu justru lebih tinggi dari masyarakat yang ada di pedesaan.
"Tetapi memang ada yang aneh di kita, yang 12 persen itu tingkat ekspresi hoaks dan ujaran kebenciannya justru cukup tinggi dibandingkan dengan masyarakat kita yang ada di pedesaan, dan kemudian yang tingkat pendidikan formalnya di bawah perguruan tinggi," ujarnya. (jhd)