Jokowi Buka Pintu Oposisi Bergabung, PKS Tangkap Maksud Lain

Kampanye pendukung PKS di Pemilu 2019 beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Jokowi sebagai presiden petahana yang memenangkan Pilpres 2019 membuka pintu untuk kubu rival bergabung. Sikap Jokowi ini bisa membuka peluang untuk partai oposisi di luar pemerintahan bisa ikut merapat. Namun, sikap Jokowi ini dinilai elite PKS ada maksud politik tertentu.

Gerindra Ragu PDIP Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan Jokowi melemparkan pernyataan membuka partai yang rival yang sebelumnya mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uni karena maksud tertentu.

"Boleh jadi pernyataan Pak Jokowi mengatakan 'kami membuka pintu' itu juga dalam rangka menaikkan bargaining position agar kelompok temen-temen pendukung 01 itu tidak merasa bahwa semua diambil, karen ternyata ada orang lain," kata Mardani di Gedung DPR RI, Selasa 2 Juli 2019

Sekjen Gerindra Blak-blakan Akui Prabowo Sudah Mulai Bicara Menteri

Menurut dia, biarlah Jokowi menyusun The Winning Team yang diinginkan. Tapi, kata dia, PKS sejauh ini memilih posisi sebagai oposisi kritis dan konstruktif.

"Saya pribadi dari PKS ingin menjadi oposisi kritis dan konstruktif. Kalau pak Jokowi ketika memilih tidak mendapatkan orang terbaik, maka itu akan menjadi santapan kami," ujar Mardani

Prabowo-Gibran Dinilai Bakal Butuh Koalisi Semi Permanen, Ini Alasannya

Dia mengingatkan saat Jokowi membagi-bagi kekuasaan ke pendukungnya, sebenarnya sudah melanggar janjinya. Semestinya di periode kedua ini jokowi bisa dengan bebas menentukan siapa saja yang terbaik untuk menduduki posisi menteri tanpa intervensi.

"Jadi bagi Pak Jokowi ataupun pendukung 01 monggo sudah ditetapkan KPU menang. Pastikan amanah itu betul-betul secara profesional secara penuh tanggung jawab dilaksanakan untuk kepentingan rakyat bukan yang lain," ujarnya.

Mardani menyebut untuk PKS saat ini sejalur dengan sikap Wakil Ketua Majelis Syuro Hidayat Nur Wahid yang tetap menjadi oposisi. Karena PKS lebih mengedepankan berpolitik dengan akhlak.

Bagi dia, dalam politik bukan bagi-bagi jabatan. Bila kalah kemudian mencari kekuasaan dengan bergabung bersama yang menang ini dinilai tak sesuai dengan akhlak yang diajarkan.

"Politik bukan proses pengambilan kekuasaan mengejar kekuasaan, tetapi juga ada akhlaknya. Dalam pandangan saya ini tidak sesuai dengan bangunan akhlak yang dibangunkan kepada kami," ujarnya

Meski demikian, terkait keputusan resmi PKS tetap diserahkan kepada Majelis Syuro. Yang jelas, ditawari atau tidak, saat ini PKS masih merasa nyaman sebagai oposisi.

"Tentu itu putusannya Majelis Syuro nanti, tetapi PKS kayanya udah nyaman aja di dalam atau di luar (pemerintahan). Kan pilihan menjadi oposisi pun pilihan mulia untuk menghadirkan check and balance system," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya