Arteria Dahlan Bilang Revisi UU Bukan Lemahkan tapi Perkuat KPK

Anggota DPR Fraksi PDIP Arteria Dahlan
Sumber :
  • Repro Instagram

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak revisi Undang-undang atau UU KPK yang diinisiasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lantaran terdapat sembilan poin yang bisa melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Namun hal itu dibantah anggota Komisi III DPR dari PDI Perjuangan, Arteria Dahlan.

Elite Gerindra Sebut Polri Sudah "On the Track" Tangani Kasus Firli Bahuri

Dia bilang, wewenang KPK dalam Rancangan UU (RUU) yang diusulkan parlemen tidak ada yang dicabut, melainkan diperkuat. Karena itu, Arteria mempertanyakan keberatan KPK atas usulan mereka.

"Saya ingin tanya juga kalau dikatakan pelemahan, ada tidak kewenangan-kewenangan, kekuasaan-kekuasaan yang sudah dihadirkan di UU lama itu yang kami cabut? Sama sekali masih eksis. Existing articles itu yang kami sempurnakan," kata dia dalam acara Indonesia Lawyers Club di tvOne, Selasa malam, 10 September 2019, seperti dikutip dari VIVAnews.

KPK: Sahroni Sudah Kembalikan Aliran Dana Rp 40 Juta dari SYL yang Mengalir ke Nasdem

Penyempurnaan dan penguatan tersebut ada pada 33 pasal dalam RUU inisiasi DPR. Dengan begitu, lembaga yang saat ini dipimpin Agus Raharjo itu akan semakin kuat.

"Dalam UU baru ini, kami tegaskan penguatan sistem kelembagaan. Apa itu? KPK merupakan lembaga penegak hukum, pembantu presiden di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi. Salahkah kalau kita buat norma seperti itu? Di mana unsur pelemahannya?" tanya dia.

Profil Sandra Dewi, Artis Cantik yang Suaminya Terjerat Kasus Korupsi

Karena itu, Arteria menantang KPK untuk menunjukkan pasal mana yang bisa mengebiri kewenangan KPK dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi di Indonesia. "Dalam persepktif apa, ada 33 pasal, coba sebutkan satu-satu, pasal yang mana yang dinilai melemahkan? Apa sudah baca?" ujarnya.

Arteria juga menjelaskan bahwa usulan revisi UU KPK No 30 tahun 2002 bukan PDI Perjuangan yang mengusulkan pertama kali dan tidak dilakukan secara mendadak. Revisi UU KPK sudah diusulkan sejak 2015 lalu dan dua tahun kemudian atau 2017 masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas.

Saat itu, menurut dia, pembahasannya sudah hampir final tapi wakil rakyat memutuskan menunda, bukan membatalkannya. Jadi, jika revisi UU ini kembali diajukan karena sudah masuk dalam Prolegnas dan melalui pembahasan yang panjang.

Nah, jika saat ini KPK keberatan dan menolak revisi UU usulan DPR, menurut dia, itu merupakan hal yang wajar. Alasannya, kata Arteria, karena KPK ogah dikoresi kinerjanya.

"Kalau memang orientasi KPK sembarang tangkap, menahan orang, OTT (operasi tangkap tangan), tidak boleh dikoreksi, dan selalu harus benar, mungkin kehadiran RUU ini akan mengganggu," ucapnya.

Sementara itu, KPK sebelumnya tegas menolak revisi UU tersebut karena dianggap bisa melemahkan lembaganya. Sembilan poin dalam RUU KPK yang dikhawatirkan melumpuhkan lembaga antirasuah itu, yakni independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih DPR, sumber penyelidik dan penyidik dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

Selain itu, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, serta kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas. (tsy)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya