KPU Larang Napi Korupsi Ikut Pilkada Serentak 2020, DPR: Langgar HAM

Ilustrasi koruptor.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan narapidana (napi) korupsi maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 menuai pro dan kontra.

Keyakinan Gerindra Usai PDIP Layangkan Gugatan ke PTUN Terkait Hasil Pilpres 2024

Larangan itu diketahui akan dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU). Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menilai KPU tidak tepat jika menggunakan norma PKPU.

Menurutnya, untuk aturan yang berkaitan dengan hak asasi asasi (HAM), yang peraturannya harus lewat sekelas undang-undang bukan PKPU.

Saksi Ahli di MK Sebut Sirekap Tak Bisa Dipakai Untuk Ubah Suara Pilpres 2024

"Pertama, Pasal 28D UUD 1945, dan kedua, Pasal 73 UU HAM. Karena, hak memilih dan dipilih termasuk hak politik. Maka pembatasan hak asasi manusia (HAM) harus melalui UU," kata Zulfikar dalam diskusi yang digelar Ikatan Jurnalis UIN (IJU) di Cikini, Jakarta, Senin 25 November 2019.

Ia mengklaim, partai politik (parpol) yang kebanyakan mengkritisi wacana ini bukan berarti tidak setuju dengan semangat KPU dalam pemberantasan korupsi.

KPU Pastikan Sengketa Pilpres 2024 di MK Tak Ganggu Pilkada Serentak 2024

Partai politik, menurut Zulfikar, hanya tidak ingin wacana bertabrakan dengan putusan UU yang ada di atasnya. "Saya yakin jika diloloskan oleh KPU, maka (PKPU larangan napi korupsi) akan digugat ke MA (Mahkamah Agung)," ujar Zulfikar.

Sementara di tempat yang sama, pengamat Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, mengingatkan KPU dalam menyusun norma aturan dalam Pilkada harus sesuai dengan norma UU Pemilu. Aturan ini juga katanya telah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Agung atau MA.

"Bagaimana kita berpikir tidak ahistoris, bagaimana sudah pernah diputuskan dibatalkan MA, kemudian muncul PKPU tentang larangan caleg dari napi," kata Suparji Ahmad.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya