Logo BBC

RUU Kekerasan Seksual Ditunda DPR padahal Tren Meningkat 800 persen

BBC Indonesia
BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Padahal, data BPS menunjukkan satu dari tiga perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual selama hidupnya.

Kompas Perempuan mencatat, tren kekerasan terhadap perempuan terus meningkat tiap tahun.

Merujuk laporan Komnas Perempuan, dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792%, atau hampir 800%.

Artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat.

Kendati begitu, kekerasan terhadap perempuan dianggap sebagai fenomena gunung es, yang dapat diartikan bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman.

Sementara, dalam survei terbarunya, Komnas Perempuan mengidentifikasi bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan kerentanan baru pada kondisi kehidupan perempuan, termasuk pada kekerasan.

Kekerasan terhadap perempuan terutama dihadapi oleh perempuan yang berlatar belakang kelompok berpenghasilan kurang dari Rp5 juta per bulan, pekerja sektor informal, berusia antara 31- 40 tahun, berstatus perkawinan menikah, memiliki anak lebih dari 3 orang, dan menetap di 10 provinsi dengan paparan tertinggi Covid-19.

Sebanyak 80% responden perempuan pada kelompok berpenghasilan di bawah 5 juta rupiah per bulan menyampaikan bahwa kekerasan yang mereka alami cenderung meningkat selama masa pandemi.

Kurang dari 10% perempuan korban melaporkan kasusnya ke pengada layanan semasa Covid-19.

`Jangan berhenti pada persoalan pendampingan hukum saja`

Tren peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan, apalagi di masa pandemi, membuat RUU Penghapusan Kekerasan Seksual -RUU PKS semakin penting untuk segera diloloskan. Sebab, RUU PKS disusun demi memberikan perlindungan kepada para korban kekerasan seksual.

"Kita ingin melihat perhatian negara, pemerintah soal rehabilitasi. Pemulihan korban-korban kekerasan seksual ini luar biasa perlu dukungan, perlu serius," kata Ni Luh Putu Anggraini dari LBH APIK Bali.