Revisi KUHP, Jadi Gelandangan Akan Didenda Rp1 Juta

Ilustrasi gelandangan
Sumber :
  • Mirror.co.uk

VIVA – Komisi III DPR dan Pemerintah sepakat membawa revisi UU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUUKUHP) ke rapat paripurna untuk segera disahkan. Namun sayangnya dalam sejumlah pasal dalam RKUHP ini banyak menuai sorotan, salah satunya yakni pasal mengenai orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan atau dikenal istilah gelandangan.

Rektor UNU Gorontalo Diduga Lecehkan 12 Mahasiswi, Dosen dan Staf di Kampus

Dalam RKUHP Pasal 432 menyatakan, setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I yakni sebanyak Rp 1 juta.

Anggota Panja RKUHP DPR, Nasir Djamil, menjelaskan, terkait pasal ini ditujukan untuk menciptakan ketertiban umum. Selain itu, dalam pasal ini juga mendorong kepada negara agar memperhatikan gelandangan, sehingga pasal ini tidak bisa berdiri sendiri.

5 Polisi di Kolaka Ditangkap karena Keroyok Warga hingga Babak Belur, Kapolres Minta Maaf

"Maksudnya, ini UU mengharuskan yang namanya pemerintah melindungi supaya bagaimana gelandangan itu diberi insentif oleh negara. Dilindungi oleh negara. Cara melindunginya gimana? Ya menjaga mereka supaya tidak jadi gelandangan. Atau kalaupun mereka jadi gelandangan, tentu harus dicari solusi," kata Nasir, Jumat 20 September 2019

Dalam pasal ini, menurut Nasir, meski mengatur soal gelandangan, namun tetap harus melihat dari sisi negaranya. Harus dilihat bagaimana negara mencegah agar tidak banyak gelandangan, karena jika banyak gelandangan yang bertanggung jawab atas gelandangan tersebut adalah pemerintah.

Pembunuhan Wanita Hamil di Kelapa Gading, Pelaku Rampas Ponsel Korban Sebelum Kabur

"Jadi ini secara tidak langsung memerintahkan kepada penyelenggara negara agar memperhatikan warga negaranya," ujarnya

Dalam UU ini, kata Nasir, ada tiga kepentingan yang dibangun. Kepentingan negara, lalu kepentingan umum, ketiga kepentingan personal si korban atau pelaku. 

"Nanti aparat penegak hukum tidak bisa langsung. Dia bisa lihat, orang ini melakukan karena korban dari negara atau bagaimana? Jadi memang sebenernya UU ini lebih banyak restorative justice daripada retributive. Banyak orang ga paham," ujarnya

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya