Sensitif, Isu Rasisme Papua Harus Disetop

Foto ilustrasi personel Brimob saat menjaga keamanan di Papua (Ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA – Kematian pria kulit hitam bernama Goerge Floyd di AS yang memunculkan kepedulian publik negara Paman Sam dinilai jadi momentum segelintir orang dengan mengaitkan proses hukum di Papua. Muncul isu rasisme Papua yang sebaiknya harus disetop.

Harga Gula Meroket, Ini Kata Kadis Perindag ESDM Sumut

Demikian yang jadi pembahasan dalam diskusi virtual tentang Papua yang dihadiri Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet dan dua Anggota DPD asal Papua yakni Yorrys Raweyai dan Filep Wamafma. Diharapkan persoalan Papua termasuk diskriminasi hukum bisa diupayakan dengan pendekatan persuasif dan humanis.

“MPR terus terlibat membantu saudara kita yang menyuarakan keadilan sosial terhadap Papua agar tidak mendapat diskriminasi hukum,” kata Bamsoet dalam diskusi virtual yang digelar Sabtu, 13 Juni 2020.

Selesaikan Persoalan Papua, Jusuf Kalla Beri Saran Begini ke Prabowo-Gibran

Bamsoet mengingatkan persoalan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) adalah isu sensitif. Ia mencontohkan negara yang senior dan matang dalam demokrasi seperti AS bisa ricuh karena kematian George Floyd.

Bagi Bamsoet, kewaspadaan terhadap dugaan ulah provokator dalam isu Papua harus jadi perhatian. Ia menekankan lagi peristiwa aksi unjuk rasa yang meluas di AS karena kematian George Floyd jangan terulang di Tanah Air Indonesia.

Pengawasan Pilkada 2024 di Kabupaten Puncak Papua Terancam Tak Maksimal

“Karena tak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang berusaha menjadi provokator, memanfaatkan kejadian di Amerika untuk menyulut emosi publik yang dapat mengganggu kedamaian di Papua khususnya dan Indonesia umumnya," ujar Bamsoet.

Terkait itu, MPR juga memperhatikan persoalan Papua yang salah satunya dengan menjalin komunikasi dengan Forum dan Aspirasi Anggota DPD-DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat (For Papua). Komunikasi ini sebagai upaya untuk menjembatani komunikasi dari berbagai pihak demi perdamaian di Papua.

Bamsoet pun menyinggung bebasnya enam tahanan politik kasus Papua yang sudah dibebaskan per 12  Mei 2020.

"Alhamdulilah berkat kerja keras semua pihak, keenam saudara kita tersebut yakni Surya Anta Ginting, Anes Tabuni alias Dano Anes Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge, telah dibebaskan pada Mei 2020," ujar Bamsoet lagi. 

Pun, anggota For Papua yang juga perwakilan DPD dari Papua, Yorrys Raweyai menyampaikan pihaknya sudah membantu dalam penanganan hukum. Hal ini sebagai kepedulian sesama masyarakat asal Papua. 

Ia bilang kasus lain yang dibantu dalam penanganan hukum seperti kasus Mispo Gwijangge yang diduga membunuh pekerja Istaka Karya. Mispo diketahui sudah dibebaskan dari tuduhan karena memang tak terbukti.

“Kami masih akan upayakan untuk kasus lain. Kami tidak tinggal diam,” kata Yorrys. 

Yorrys juga mengingatkan pentingnya masyarakat mewaspadai pihak-pihak tak bertanggungjawab yang ambil momen keuntungan dari konflik di Papua. Ia mengimbau agar masyarakat cermat dan jangan mudah terprovokasi terkait isu Papua. Menurutnya, memang persoalan Papua selalu dikaitkan dengan politik.

“Jangan kita terprovokasi dengan orang yang ingin mengait-ngaitkan masalah di Papua,” ujar Yorrys. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya