Kembali ke Masyarakat, Residivis Terorisme Perlu Diawasi

Tim Gegana Polda Kalimantan Timur melakukan pemeriksaan usai ledakan bom di Gereja Oikumene Samrinda Kalimantan Timur, Minggu (13/11/2016)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Amirulloh

VIVA.co.id – Pelemparan bom molotov ke Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur, menuai simpati mendalam dan keprihatinan. Anggota Komisi III DPR, Wenny Warou, menyoroti peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan aparat dalam menanggulangi kejahatan terorisme yang masih terjadi.

Lebaran Aman dari Gangguan Terorisme, Komisi III DPR Apresiasi BNPT

"BNPT dan Polri yang harus bertanggung jawab. Ya kelengahan aparat," kata Wenny ketika dihubungi VIVA.co.id, Senin 14 November 2016.

Politikus Partai Gerindra ini mempertanyakan program deradikalisasi dari BNPT yang selama ini dijalankan. Menurutnya keberadaan residivis terorisme di masyarakat masih dianggap remeh sehingga kurang pengawasan.

Pakar Dukung BNPT Tangkal Konten Radikalisme: Butuh Keterlibatan Banyak Pihak

"Itu namanya deradikalisasi enggak jalan mantap. Aparat kecolongan oleh residivis teror. Pembinaan kurang. Pengawasan pada waktu di masyarakat sering diabaikan," ujar Wenny.

Dia mengakui, pelaksanaan program deradikalisasi memang bukan hal yang mudah terutama jika anggarannya kurang. Namun pihak BNPT diminta lebih aktif turun ke lapangan.

BNPT: Sepanjang 2023 Tidak Ada Aksi Terorisme di Indonesia

"Ya itu BNPT harus turun ke lapangan. Jangan di kantor saja. Petakan wilayah RI dari ancaman terorisme," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa, juga mempertanyakan pengawasan terhadap mantan pelaku kejahatan terorisme. Pasalnya, pelemparan bom molotov ke Gereja Oikumene di Samarinda diketahui dilakukan oleh mantan narapidana tindak pidana terorisme yang membantu aksi bom buku pada tahun 2011.

"Itu kan dalam pengawasan BNPT. Kalau ada yang melakukan bom lagi berarti kan pengawasan itu gagal," kata Desmond.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya