Rekonsiliasi Pilkada Perlu Diinisiasi Para Elite

Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilkada Serentak 2017
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

VIVA.co.id – Pilkada serentak tahap kedua di 101 daerah, termasuk Pilkada Jakarta telah usai. Namun, dianggap meninggalkan luka. Adanya kubu dan perang kampanye yang menimbulkan luka, dinilai berpotensi mengusik kebinekaan bangsa.  

Keluarga Korban KM Sinar Bangun Bisa Coblos di TPS Tigaras

Anggota DPR yang juga politikus teras Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengakui hal tersebut. Apalagi, kata dia, persaingan di pilkada yang membawa-bawas isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

"Sekarang, tinggal bagaimana negara mengelola kebhinekan di wilayah politik. Demokrasi dalam suasana lapar, akan memunculkan deviasi yang lebar, kadang tidak sesuai dengan demokrasi," kata Viva dalam diskusi ‘Mengobati Luka Pilkada’ di Kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu 22 April 2017.

Mendagri Tjahjo Tegaskan Isu Sara Racun Demokrasi

Sementara itu, pengamat sosial, sekaligus dosen Fakultas Komunikasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati berpendapat, saat ini, dibutuhkan upaya rekonsiliasi nasional oleh para elite politik pascapilkada serentak di 101 daerah .

"Elite perlu menjadi contoh untuk melakukan rekonsiliasi nasional. Apalagi, dengan menguatnya isu SARA belakangan ini," ujar Devie dalam kesempatan yang sama.

Cagub Sumut Demokrat JR Saragih-Ance Selian Mendaftar ke KPU

Devie mengatakan, mengobati luka pilkada, apalagi menyinggung isu SARA, bukanlah hal mudah. Namun, proses rekonsiliasi elite perlu gencar dilakukan.

"Perlu waktu untuk berkeliling ke daerah dan mendengarkan masyarakat secara langung," kata dia.

Devie meyakini cara tersebut efektif, sebab komunikasi tokoh, figur secara langsung dengan masyarakat masih jadi kultur kental di sebagian besar masyarakat Indonesia. Masyarakat cenderung mendengarkan seruan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

"Elite politik, harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa pilkada hanya menjadi bagian dari kontestasi politik dan demokrasi," kata dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya