Dalih Sekjen DPD Tahan Dana Reses

Sidang Paripurna DPD ricuh, banyak anggota menolak Oesman Sapta, Selasa, 11 April 2017.
Sumber :

VIVA.co.id - Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah, Sudarsono Hardjosoekarto, memberikan klarifikasi atas ditahannya dana reses anggota DPD, yang tak mau mengakui Oesman Sapta Odang sebagai pimpinan DPD.

La Nyalla Minta Doa Rais Aam NU, Bilang Demokrasi RI Perlu Dikoreksi

Persoalan tersebut berhubungan dengan keputusan sidang paripurna terkait penyempurnaan Surat Edaran Panitia Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Daerah (SE-PURT DPD) Nomor DN.170/10/DPDRI/IV/2017.

"Menyampaikan penjelasan bahwa SE yang sudah diedarkan tersebut, kemudian disempurnakan dan diputuskan dalam rapat Panmus (Panitia Musyawarah) DPD yang ditindaklanjuti pengesahannya di Sidang Paripurna ke-11 DPD tanggal 8 Mei 2017, yang telah memenuhi kuorum, karena dihadiri 72 orang dan izin 49 orang," kata Sudarsono dalam siaran persnya, Jumat 12 Mei 2017.

Lelang Jabatan Sekretaris Jenderal DPD Dinilai Bermasalah

Ia menegaskan, SE tersebut sah berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurutnya, kesekjenan menindaklanjuti keputusan sidang paripurna ini dengan mengirimkan formulir surat pernyataan.

"Sampai saat ini, telah 103 anggota yang menandatangani pernyataan tersebut, dan sisanya 27 anggota belum menandatangani dengan beberapa alasan, baik karena masih di luar kota, atau karena masalah sikap tidak setuju terhadap pelaksanaan sidang paripurna," kata Sudarsono.

Ketua DPR Diminta Mediasi Polemik Legalitas Caleg DPD

Ia melanjutkan, dalam sistem kerja, anggota DPD harus mengikuti siklus masa sidang yang disahkan di paripurna, baik pembukaan masa sidang maupun penutupan masa sidang sebelum bekerja di daerah pemilihan. Sehingga, ketika anggota DPD akan bertugas di daerah pemilihan yang dikenal dengan masa reses, anggota harus mengikuti, atau setidaknya mengakui adanya penutupan masa sidang dalam sidang paripurna.

"Kalau tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna, maka status yang bersangkutan masih menjalankan tugas di Ibukota Negara. Dari perspektif tata kelola keuangan menjadi bermasalah, bila di satu sisi anggota menuntut hak melakukan kegiatan reses, sementara tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna penutupan masa sidang," kata Sudarsono.

Menurutnya, keputusan sidang paripurna itulah yang menjadi dasar yuridis kesekjenan dalam menegakkan tata kelola keuangan yang akuntabel dan bertanggung jawab.

Selanjutnya, menurut Sudarsono, keputusan sidang paripurna itu juga tetap memisahkan antara hak keuangan yang melekat sebagai anggota yang tetap diberikan, dengan hak keuangan reses.

"Anggota yang tidak mengikuti (mengakui) penutupan sidang paripurna tidak berhak meminta dukungan dana reses di daerah pemilihan," kata Sudarsono.

Pada akhir masa reses tanggal 4 Juni 2017 nanti, akan diketahui berapa banyak dana reses yang tidak digunakan. Ia mengatakan, dana ini akan dikembalikan ke kas negara. Sedangkan hak keuangan lainnya yang diatur dalam peraturan tersendiri tetap diberikan yaitu gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan akomodasi, tunjangan kehormatan, penggantian biaya listrik dan telepon, tunjangan kegiatan peningkatan fungsi pengawasan DPD atas pelaksanaan UU tertentu, tunjangan kegiatan peningkatan fungsi legislasi, penyerapan dan pengolahan aspirasi masyarakat dan daerah serta pengaduan masyarakat.

"Sudah 10 tahun pengelolaan keuangan DPD selalu mencapai prestasi tertinggi, yaitu WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Prestasi puncak keuangan negara ini, berkat kerja keras anggota dan seluruh jajaran kesekjenan," kata Sudarsono.

Karena itu, ia tetap berpegang teguh pada keputusan sidang paripurna termasuk mengharuskan tanda tangan surat pernyataan, dalam rangka tertib administrasi keuangan dan tanggung jawab kepada publik. Bila ada anggota yang tidak setuju, dia mempersilakan untuk dibahas dan diputuskan dalan rapat panmus, sidang paripurna dan rapat-rapat lainnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya