Demokrat: Pemilihan Rektor Tak Perlu Melibatkan Presiden

Presiden Joko Widodo saat melantik kepala daerah
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA.co.id – Wakil Sekjen Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin menilai terlalu jauh, ketika Presiden harus campur tangan dalam pemilihan Rektor. Ia pun menyayangkan pernyataan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo tentang campur tangan Presiden untuk memilih rektor.

16 Nama Ikut Jadi Calon Rektor Universitas Pancasila, Akademisi hingga Purnawirawan TNI-Polri

"Biarkan proses demokrasi yang sehat dan independen berjalan di kampus. Apalagi, selama ini sudah berjalan dengan baik, sehingga kampus berperan menjadi lembaga kritis yang ikut membantu publik dalam mengontrol dan menkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro pada rakyat," kata Didi melalui keterangan tertulisnya, Minggu 4 Juni 2017.

Adapun soal kekhawatiran adanya rektor yang menyimpang dari tujuan membawa ajaran-ajaran yang menyimpang dari Pancasila, ujar Didi, tentu ada mekanisme lain untuk penanganannya.

Rektor Nonaktif UP Bakal Lawan Tuduhan Pelecehan Seksual: Saya Punya Dosa Apa?

"Katakanlah sudah keterlaluan rektor itu dengan ajaran-ajaran yang menyimpang, maka sudah aturan-aturan hukum lain yang bisa menjeratnya, tanpa libatkan Presiden terlalu jauh. Ada perangkat negara penegak hukum yang menjadi domainnya," kata Didi.

Menurutnya, proses pemilihan rektor selama ini yang berlaku sudah cukup demokratis. Pemilihan rektor dilakukan melalui pemungutan suara, dengan ketentuan menteri memiliki 35 persen hak suara dari total pemilih dan senat memiliki 65 persen hak suara, serta setiap anggota senat memiliki hak suara yang sama.

Rektor Nonaktif UP soal Tuduhan Lakukan Pelecehan Seksual: Saya Malu, Makanya Pakai Topi

"Calon rektor terpilih adalah calon rektor yang memperoleh suara terbanyak. Selanjutnya, Menristekdikti (Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) menetapkan dan melantiknya sebagai rektor. Sebelumnya pun sudah melalui proses penyaringan yang ketat oleh panitia seleksi yang dibentuk Menristekdikti," kata Didi.

Baginya, biarkanlah proses demokrasi yang sudah berjalan dengan baik selama ini tidak perlu diganggu dan diintervensi. Wajar kalau publik kemudian curiga, kenapa terkesan pemerintah sepertinya takut dikritisi, sampai Presiden harus repot dilibatkan lebih jauh.

"Apakah kampus-kampus yang kritis hendak dibuat jinak, supaya tidak berani protes-protes lagi pada pemerintah? Masih banyak urusan lain dalam negara saat ini yang lebih perlu diperhatikan, contoh harga kebutuhan pokok yang terus mencekik, tarif listrik yang kian mahal, padahal jelang Idul Fitri dan juga masalah krusial lainnya. Negara hendaknya peka sehubungan hal tersebut di atas. Itu lebih urgent dan prioritas," kata Didi.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengusulkan penentuan dan pengangkatan rektor perguruan tinggi negeri dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, bukan lagi wewenang Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Sehingga, ke depan pelantikan rektor bisa dilaksanakan di Istana Negara.

"Ini yang kami usulkan, syukur bisa di Istana pelantikannya, karena apapun peran PT (perguruan tinggi) sangat sentral untuk membangun bangsa ini semakin baik," kata Mendagri Tjahjo Kumolo, saat pimpin upacara peringatan hari lahirnya Pancasila di Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Menurut Tjahjo, masalah ini telah dikoordinasikan Sekretaris Kabinet dan Menteri Sekretaris Negara kepada Mendikti. Diharapkan, nanti ketika menentukan rektor, wajib berkonsultasi dengan Presiden. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya