Muhammadiyah Usul Sistem Pemilu 2019 Proporsional Tertutup

Konferensi pers PP Muhammadiyah di Jakarta, Jumat 9 Juni 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Eduward Ambarita.

VIVA.co.id – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyoroti sistem penyelanggaraan pemilu dengan suara terbanyak, yang sudah dilakukan sejak Pemilu 2009. Saat ini, DPR dan pemerintah tengah membahas revisi Undang-Undang Pemilu.

Ketua MK Sebut UU Pemilu dan UU Cipta Kerja Paling Sering Digugat

Salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia itu meminta agar politik uang diminimalisir. Selain itu, mereka juga mengusulkan sistem diubah menjadi sistem proporsional tertutup yaitu partai politik mengutus kadernya maju untuk duduk di parlemen dengan kompentensi yang mumpuni.

"Bagaimana mengurangi politik transaksional di masyarakat (vote buying). Kedua, menempatkan persaingan politik pada tempatnya, yaitu persaingan pencalonan tidak pada calon dalam satu partai, tetapi persaingan calon partai dengan calon dari partai yang lain," kata Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat 9 Juni 2017.

Demokrat Tetap Mendesak Bahas Revisi UU Pemilu

Bahtiar berharap Undang-Undang Pemilu jangan sampai diubah tiap pemerintahan berganti atau menjelang pemilihan umum. Alasannya, kepentingan rakyat harus lebih dikedepnkan misalnya memunculkan calon anggota DPR yang berkualitas dengan gagasan dan program-program ditawarkan.

"Kentara sekali kepentingan sektoral kepartaian saja. Harapan ke depan tidak hanya Pemilu 2019. DPR dan pemerintah ke depan bisa merumuskan undang-undang yang layak dipakai untuk berapa kali," ujarnya.

UU Pemilu Tidak Masuk Prolegnas, PKS Ngotot Direvisi

Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhmmadiyah Abdul Mu'ti mengatakan sistem pemilu terbuka terbatas juga menjadi opsi lain untuk dijadikan jalan tengah. Model itu, kata dia, pemilih bisa menentukan calon legislatif berdasarkan personal atau pun gambar partai.

Tak Berkualitas

Setelah diketahui hasil rekapitulasi, penyelenggara bisa menentukan suara terbanyak antara suara partai dan calon legislatif yang diusungnya. Ia berpendapat, sistem pemilu terbuka yang diterapkan sejak tahun 2009 memunculkan para anggota parlemen yang tak berkualitas.

"Tentu masing-masing calon bukan program individual tetapi tetap merupakan program yang terintegrasi dengan parpol yang mengusungnya. Ini alasan kami sistemnya adalah tertutup atau terbuka terbatas," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya