- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA.co.id – Kasus korupsi yang membelit Ketua DPR Setya Novanto berimbas pada menurunnya elektabilitas Partai Golongan Karya. Kondisi ini pun diyakini bisa mengancam posisi Golkar dalam ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang mensyaratkan harus 4 persen seperti tertuang dalam Undang-undang Pemilu.
"Nah ini, baru sore ini, saya dikasih informasi, terjadi lagi kemerosotan. Untuk diketahui, (tingkat keterpilihan) Golkar itu hanya 3,5 persen. Kalau 3,5 persen itu kan berarti Golkar di bawah 4 persen, berarti di bawah parliamentary threshold," ujar Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung, Minggu, 23 Juli 2017 di kediamannya.
Akbar menyebutkan, pada akhir Bulan April atau awal Bulan Mei, hasil survei yang diperolehnya dari salah satu lembaga survei menyatakan bahwa tingkat keterpilihan Partai Golkar berada di bawah Partai PDI Perjuangan dan Partai Gerindra, yaitu sebesar 7.1 persen.
Namun, ketika Setya Novanto kemudian terjerat kasus korupsi, posisi Golkar pun terus mengalami penurunan elektabilitas. Kini partai berlambang beringin ini telah berada di posisi nomor tujuh.
Karena itu, ia mengingatkan, dalam beberapa waktu kedepan, partai politik akan menghadapi pertarungan yang sangat menentukan, yaitu Pileg dan Pilpres 2019. Sementara, saat ini partainya tengah menghadapi trubulensi politik yang sangat besar, yaitu tersandungnya Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam dugaan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
"Seandainya ini kejadian pada pemilu 2019 yang akan datang berarti Golkar tidak punya wakil di DPR. Nah ini yang kami takutkan, saya takutkan betul," ujar Akbar.
Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin
Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin
