'Masih Banyak Saracen-Saracen Lain yang Belum Tersentuh'

Satgas Patroli Siber mengungkap kelompok pelaku ujaran kebencian berkonten sara.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Irwandi Arsyad

VIVA.co.id - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Kharis Almasyhari mengatakan berdasarkan data di Kementerian Komunikasi dan Informatika pengaduan konten negatif terkait Suku Agama Ras dan Antargolongan, serta ujaran kebencian menduduki urutan ketiga (165) setelah pengaduan mengenai pornografi (774.409) dan radikalisme (199). Dia menyebut grup Saracen sebagai salah satu ancaman siber yang serius.

Wapres Sebut Pembangunan Negara di ASEAN Terhambat sebab Konflik

"Sebagai gambaran, sepanjang 2016 hingga 2017, terdapat 3.252 konten negatif di Twitter yang dilaporkan ke Kemkominfo," kata Abdul Kharis dalam pesan tertulis, Jumat 25 Agustus 2017.

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera ini, fenomena yang terjadi harus dipahami seperti gunung es. Yakni artinya angka-angka tersebut adalah yang muncul di permukaan.

PSI Minta Usut Oknum Lurah yang Mainkan Isu SARA di Pilkada Tangsel

"Yang tak terlihat tentu lebih mengerikan lagi. Saya yakin masih banyak kelompok-kelompok seperti Saracen yang belum tersentuh, apalagi menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019," ujar dia.

Dia menyebut apa yang dilakukan grup Saracen selaku pelaku penyebar konten SARA dan hoax merupakan tindakan penggunaan kecanggihan TIK untuk hal yang bersifat negatif. Yang kemudian membawa dampak negatif berupa potensi munculnya konflik SARA.

Ada Pembina Ajarkan Yel-yel SARA, Ketua Kwarcab Gunungkidul Minta Maaf

"Apalagi negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan antargolongan. Tindakan kelompok Saracen berpotensi mengancam keutuhan NKRI dan tatanan kehidupan masyarakat yang mengusung  Bhinneka Tunggal Ika," katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin menilai ada pihak tertentu yang turut membiayai grup Saracen. Para pemodal itu disebut ingin memecah persatuan dan membuat rasa tidak aman di kalangan masyarakat, khususnya pengguna media sosial.

"Pasti ada pemodal atau yang membiayai di balik semua itu," kata Hasanuddin, Jumat 25 Agustus 2017.

Hasanuddin mengaku menghargai upaya kepolisian dalam membongkar grup itu. Namun untuk memperdalam lebih jauh siapa pemodal grup itu, dia mendorong kepolisian bekerja sama dengan instansi lain, termasuk intelijen.

"Polisi, Kominfo, BIN harus bekerjasama untuk mengusut tuntas dan mengungkap siapa saja yang memesan kepada Saracen," ujar Hasanuddin.

Seperti diketahui, Satgas Patroli Siber Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membongkar grup Saracen. Kelompok ini diduga menyediakan jasa menyebarkan ujaran kebencian dan hoax melalui media sosial.

Kelompok Saracen ini sudah menjalankan aksinya dari tahun 2015. Petugas membekuk tiga tersangka yang juga pengurus dari grup Saracen. Di antaranya, pria berinisial MFT (43) ditangkap di Koja, Jakarta Utara, 21 Juli 2017 dan pria berinisial JAS (32) ditangkap di Pekanbaru, Riau, 7 Agustus 2017. Tersangka ketiga seorang wanita berinisial SRN (32), ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, 5 Agustus 2017.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya