Bawaslu Jatuhkan Sanksi atas Calon Petahana Bupati Jayapura

Ketua Bawaslu RI, Abhan Misbah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Fajar Ginanjar Mukti

VIVA.co.id – Badan Pengawas Pemilu telah mengeluarkan rekomendasi kepada Komisi Pemilihan Umum tentang pembatalan Mathius Awoitauw sebagai calon petahana Bupati Jayapura. Sanksi tersebut dikeluarkan karena yang bersangkutan melanggar peraturan dengan memutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada masa enam bulan sebelum penetapan calon kepala daerah.

Pilkada Serentak di Sumut, Mendagri: Semua Siap

Rekomendasi tersebut yang diumumkan pada pada Kamis 21 September 2017 itu berisi dua poin, pertama calon Bupati Jayapura Mathius Awoitauw terbukti melanggar Pasal 71 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 dan kedua memerintahkan KPU Provinsi Papua melalui KPU untuk membatalkan Mathius Awoitauw sebagai Calon  Bupati Jayapura.

UU Nomor 10 Tahun 2016 melarang dengan tegas calon petahana mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Hal itu diatur dalam Pasal 71 ayat 2. Apabila calon petahana melanggar ketentuan tersebut, maka calon petahana dibatalkan sebagai calon sebagaimana bunyi  ayat 5 Pasal 71.

Demokrat Lawan Keluarga Ratu Atut di Pilkada Banten

"Bawaslu berkesimpulan laporan tersebut (laporan dugaan pelanggaran oleh Godlief Ohee) memenuhi unsur pelanggaran sehingga kami menjatuhkan sanksi berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada," jelas Ketua Bawaslu, Abhan Misbah, dalam keterangan persnya.

Menanggapi putusan tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ariza Patria berpandangan, KPU Provinsi Papua harus menindaklanjuti rekomendasi  tersebut, paling lama 7 hari sejak rekomendasi diterima, sebagaimana bunyi ketentuan Pasal 140 UU No. 1 Tahun 2015. 

Semua Petugas KPPS Pilkada 2020 Akan Jalani Rapid Test

"Norma yang diatur dalam Pasal 71 ayat 2 dan 5 tentang larangan calon petahana mengganti pejabat serta sanksi pembatalan sebagai calon, merupakan norma yang bersifat konkrit sehingga tidak bisa ditafsirkan lain, kecuali harus dilaksanakan secara konsisten," kata  Ariza, Sabtu 23 September 2017.

Ariza menuturkan, Pasal 71 ini adalah norma yang ada dalam Undang-undang sehingga mengikat semua pihak, calon, pengawas maupun penyelenggara (KPU), sehingga tidak ada alasan untuk tidak dieksekusi.

Dia menilai, karena rekomendasi muncul dari lembaga pengawas Pemilu, maka jika diabaikan maka KPU telah melanggar Undang-undang. 

Meski rekomendasi itu keluar pada saat Pilkada Kabupaten Jayapura telah menjadi sengketa di MK, menurutnya, tetap tidak menghalangi eksekusi terhadap rekomendasi Bawaslu tersebut. Sebab, substansi dan hakekat larangan penggantian pejabat pada Pasal 71 ayat 2 dan 5 sudah jelas.

Diproses di MK
 
Saat ini sengketa Pilkada Kabupaten Jayapura masih diproses di MK, dan belum ada putusan hasil tetap Pilkada tersebut.  Jika nantinya MK telah memutus sengketa Pilkada dan memenangkan calon petahana, maka Ariza berpandangan, calon petahana itu tetap dapat dibatalkan apabila melanggar Pasal 71 tersebut. 

"Jadi Pasal 71 ini sesungguhnya mengatur  mengenai  pelanggaran terjadi sebelum maupun setelah Putusan MK, sehingga menurut saya tidak ada lagi celah hukum yang bisa menggugurkan rekomendasi Bawaslu," katanya. 

Kasus yang terjadi pada calon petahana Bupati Jayapura itu dinilai menjadi pembelajaran penting bagi calon petahana agar hati-hati dalam menggunakan kekuasaannya. Pasal 71 ini  sesungguhnya mengandung semangat  untuk melindungi ASN  terhadap kekuasaan yang sewenang-wenang dari calon petahana sekaligus menempatkan semua calon pada posisi yang sama dalam Pilkada. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya