PKS: Pasal UU Ormas yang Baru Menyimpang dari KUHP

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini
Sumber :
  • Foto: Dokumen PKS

VIVA – Paripurna DPR akhir mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, atau  Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang. Partai Keadilan Sejahtera menilai proses ini bermasalah, karena sejak awal Perppu Ormas dinilai tak ada unsur kegentingan yang memaksa.

Tolak Pengesahan UU DKJ, PKS Bilang Gedung DPR Belum Dibangun di IKN

Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini menekankan dalam salah satu pasal Perppu, pemerintah bisa membubarkan ormas tanpa proses peradilan. Pasal ini, yang harusnya menjadi catatan pemerintah.

"Bagian ini yang paling bermasalah, karena membuka pintu kesewenangan karena pembubaran ormas tidak due process of law,"  kata Jazuli dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa 24 Oktober 2017.

Terima Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Sekjen PKS: Masalah Hukum Itu Lain Ceritanya

Menurut dia, ada beberapa pasal lain seperti 59 ayat 3 huruf yang  memicu perdebatan. Pasal ini dinilai rancu, karena ditafsirkan sepihak dan sewenang-wenang dalam mengatur larangan ormas melakukan penyalahgunaan, penistaan, penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.

Aturan sanksi pidana dalam Perppu Ormas, dianggapnya, juga tumpang tindih dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jazuli meminta  pemerintah menepati janjinya merevisi pasal Perppu Ormas seperti sanksi pidana.

Nama Anies Baswedan Mencuat Maju di Pilkada DKI Jakarta 2024, PKS Siap Usung Lagi?

"Ada lagi tentang pemberatan pidana yang menyimpangi KUHP. Ini mengancam kebebasan dan demokrasi yang dijamin konstitusi. Kita berharap, pemerintah penuhi janjinya agar tak terkesan represif dalam menghadapi persoalan," tuturnya.

Kemudian, bila memang pemerintah khawatir dengan paham radikalisme, maka semestinya sikap tegas ditunjukkan dengan mengacu Pancasila dan UUD 1945. Hal ini penting untuk mengingatkan pemerintah, karena Indonesia merupakan negara hukum bukan berdasarkan kekuasaan.

"PKS dan fraksi-fraksi yang menolak Perppu justru baik bagi pemerintah, karena menjaganya agar tidak jatuh pada kesewenangan dan sikap otoriter yang pasti dimusuhi rakyat," tuturnya.

Selanjutnya, bila memang ada revisi, baiknya cukup mengubah Undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas. Penerbitan Perppu Ormas yang kemudian menjadi UU, dinilainya belum perlu.

"Ini yang membuat Perppu kehilangan basis argumentasi kegentingannya. Jika pun ada hal yang dianggap kurang dan perlu diperbaiki, maka kita revisi aja UU Ormas, bukan dengan Perppu yang membuka kesewenangan ini," tutur Jazuli.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya