Jangan Seret Jokowi dalam Masalah Internal Partai Golkar

Setya Novanto
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarok A

VIVA – Wakil Ketua Umum Depinas Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Erwin Ricardo Silalahi mengingatkan, seluruh komponen di Partai Golkar agar tidak menyeret Presiden Joko Widodo ke dalam persoalan internal partai pimpinan Setya Novanto itu.

Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin

Menurut Erwin, Golkar seharusnya mengawal Presiden Jokowi agar fokus menjalankan tugas sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

Pernyataan Erwin tersebut sebagai respons atas manuver sejumlah elite Golkar yang terus menarik-narik Jokowi agar terlibat dalam persoalan internal partai berlambang beringin itu. Padahal, Golkar punya mekanisme internal yang mapan untuk menyelesaikan persoalan.

Polisi Didesak Segera Usut Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Stop Kasus e-KTP

"Sebagai partai yang telah matang dalam sistem kepartaian, semestinya Partai Golkar dapat menyelesaikan permasalahan internalnya sendiri, tanpa mesti melibatkan lembaga kepresidenan. Sebagai mitra politik pendukung pemerintahan Jokowi-JK, semestinya Partai Golkar berada di garda depan untuk mengawal kehormatan posisi lembaga kepresidenan," ujar Erwin di Jakarta, Minggu, 3 Desember 2017.

Lebih lanjut, Erwin menegaskan, setiap kader Partai Golkar secara etika dan moral organisasi berkewajiban menjunjung tinggi anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART). Karena itu, kader Golkar juga harus juga berani mengkritik manuver siapa pun yang berdampak negatif atas pertumbuhan dan pelembagaan demokrasi di internal partai pemenang Pemilu 2004 tersebut.

Respon Jokowi Usai Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim Polri

"Jadi, ini bukan soal siapa yang mendukung siapa, tetapi lebih merupakan ikhtiar mengawal mekanisme kelembagaan Partai Golkar," kata Erwin yang juga Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar.

Erwin pun mengkritik keras pihak-pihak yang berupaya mendorong Golkar segera menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk mengganti Novanto dari kursi ketua umum. Sebab, munaslub tetap harus mengacu AD/ART.

Merujuk Pasal 32 ayat 3 huruf a AD/ART Golkar maka munaslub adalah musyawarah nasional yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dewan pimpinan daerah provinsi (DPD I). Namun, kata Erwin, ada syarat lainnya untuk memuluskan munaslub setelah adanya dukungan dari 2/3 DPD I Golkar, yakni persetujuan rapat pleno DPP.

Menurutnya, permintaan untuk menggelar munaslub  harus terlebih dahulu dibahas dalam Rapat Pleno DPP. “Karena DPP merupakan badan pelaksana tertinggi partai yang bersifat kolektif,” ucapnya.

Selain itu, hasil rapat pleno DPP juga harus dibahas lagi melalui forum lainnya di bawah munas, yakni rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang melibatkan DPP dan seluruh DPD I.

Karena itu, Erwin mengimbau semua pihak menahan diri dengan menghormati hasil Rapat Pleno DPP Golkar pada 21 November 2017. Sebab, hasil pleno DPP sudah memutuskan pelaksanaan munaslub akan menunggu putusan sidang praperadilan Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sampai hari ini saja praperadilan batal digelar dan harus ditunda gara-gara KPK tidak mau hadir di ruang sidang. Bagaimana mungkin kita sudah bertindak terburu-buru untuk menyelenggarakan munaslub?" katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya