DPR Dorong RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto saat kunjungan di Amerika Serikat.
Sumber :
  • Yanri Subekti/tvOne.

VIVA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akan mendorong percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT), atau Renewable Energy yang sudah masuk dalam Prolegnas.

PLN Dapat Komitmen Hibah dari AS untuk Studi Pengembangan Mini-Grid EBT Daerah 3T di Indonesia Timur

Undang-undang ini penting untuk menciptakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan merangsang para investor untuk memilih energi baru dan terbarukan sebagai pilihan dalam mengembangkan pembangkit.

Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua DPR koordinator bidang industri dan pembangunan (Korinbang) Agus Hermanto, saat memimpin delegasi DPR RI melakukan pertemuan dengan Prof. Mark C. Thurber, Guru Besar dan Associate Director Program On Energy And Sustainable Development, Universitas Stanford, San Francisco, Amerika Serikat, baru-baru ini.

Jalan Berliku Penerapan Energi Baru Terbarukan

"Kita ketahui energi fosil makin lama makin habis, bahkan diramalkan energi fosil kita tidak sampai 50 tahun lagi akan habis, termasuk batu bara tidak sampai 50 tahun lagi akan habis. Kita memang memiliki banyak batu bara, tetapi kita jual ke luar negeri. Sementara, Amerika Serikat mempunyai banyak batu bara tetapi mereka simpan, begitu juga dengan China, mereka masih menyimpan batu baranya," kata Agus.

Agus menjelaskan, jika tidak dari sekarang bangsa Indonesia tidak menyiapkan energi alternatif, maka anak cucu mereka tidak akan memiliki energi yang cukup untuk kehidupannya. Karena itu, seluruh stakeholder perlu menguatkan komitmen dan political will untuk mengembangkan sumber energi geothermal ini.

Cek Fakta: Cak Imin Sebut Target Energi Baru Terbarukan 2025 Meleset dari 23 Persen Jadi 17 Persen

Agus menambahkan, UU Renewable Energy akan memuat regulasi untuk memberikan insentif keringanan pajak bagi investor yang mau mengembangkan energi geothermal di Indonesia.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengatakan bangsa ini perlu memikirkan regulasi tentang energi yang berkelanjutan atau sustainable energy. Yang Indonesia belum pikirkan adalah dampak dari regulasi yang diterapkan, atau dalam hal ini disebut externality. Contohnya pemilihan batubara dilakukan meski lebih murah tetapi tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan.

"Apabila faktor eksternal dimasukkan dalam cost dalam membangun pembangkit batubara, saya yakin geothermal dan sumber energi bersih lainnya bisa kompetitif. Maka selanjutnya kita DPR bersama pemerintah sesuai dengan perjanjian paris tahun 2015 (COP 21) harus membuat regulasi yang memasukkan faktor externality tersebut dalam setiap kebijakan energi, dengan demikian kebijakan yang diambil tersebut berkelanjutan atau sustainable," katanya.

Satya Yudha menambahkan di Universitas Stanfor mereka belajar tentang carbon pricing. Carbon pricing adalah kebijakan yang mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan. Sejauh mana sebuah industri bertanggungjawab terhadap pencemaran lingkungannya. Jika carbon pricing ini diterapkan dirinya yakin akan menimbulkan paradigma baru dan cara pikir baru bagaimana industri bertanggung jawab terhadap lingkungannya.

Sementara itu, Mark C. Thurber mengatakan salah satu tantangan dalam mengembangkan geothermal adalah murahnya harga batu bara saat ini, sehingga para pengembang enggan menggunakan energy alternative. Untuk itu, ia mendorong inisiatif pemerintah dan parlemen untuk menciptakan regulasi yang dapat merangsang minat para investor untuk mengembangkan geothermal, di antaranya dengan insentif pajak.

Thurber menambahkan, yang juga penting untuk dipertimbangkan adalah dampak negatif batu bara terhadap lingkungan hidup mengingat dampak perubahan cuaca yang diakibatkan semakin memburuk. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu membuat regulasi yang dapat memperkecil perbedaan harga antara batubara dengan geothermal, sehingga Indonesia memiliki energi yang ramah lingkungan atau green energy.

Turut mendampingi Wakil Ketua DPR Agus Hermanto yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat itu pada kunjungan kali ini, Anggota Komisi VII Ramson Siagian (F-P Gerindra), Nurdin Tampubolon (F-Hanura) dan Yandri Susanto (F-PAN).

Laporan: Yanri Subekti/tvOne.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya