The Legendary: Si Kuda Edan Emlyn Hughes

Legenda Liverpool: Emlyn Hughes
Sumber :
  • This is Anfield

VIVA – Liverpool kembali menambah raihan trofi bergengsinya ke lemari prestasi Anfield, adalah trofi Premier League (19/20) yang ditunggu-tunggu selama 30 tahun terakhir. Ini menjadi bukti bahwa hegemoni The Reds tidak bisa dibantahkan khususnya di empat dekade belakangan. 

Pahlawan Manchester United Ini Memiliki Suara Merdu saat Lantunkan Ayat Al Quran

Di balik banyaknya kesuksesan tersebut, ada sosok-sosok penting yang membantu mengharumkan nama Liverpool. Sedikit mengorek memori manis tahun 70an, ada nama Emlyn Hughes, legenda Liverpool yang masih harum akan prestasi gemilangnya.
Baca juga: Klasemen LaLiga: Barcelona Gagal Geser Real Madrid

Lahir pada 28 Agustus 1947 Hughes menjadi salah satu bagian dari sejarah hegemoni kejayaan. Dia pernah memimpin skuat Merseyside Red untuk mendapatkan dua trofi European Cup di tahun 1977 dan 1978. 

Pahlawan Manchester United Ini Ternyata Lagi Puasa saat Tekuk Liverpool di Piala FA

Hughes adalah pemain bertahan dan gelandang yang digaet The Reds dari Blackpool dengan mahar 65 ribu poundsterling. 

Saat itu usianya 20 tahun dan Bhill Shankly yang membawanya ke Anfield. Karakter permainannya ngotot, keras dan penuh ambisi, korban liarnya adalah penyerang Newcastle United, Albert Bennett yang terkena hantaman saat berlaga. 

Untuk Pertama Kali, Bintang Muda Manchester United Ini Dipanggil Timnas Inggris

Sejak saat itu suporter The Reds menjulukinya Crazy Horse atau si kuda edan. Sosoknya yang tangguh membawanya dipercayai sebagai kapten, tapi itu juga yang membawanya pada lubang perselisihan internal dengan Tommy Smith (si pemegang ban kapten sebelumnya).

Smith merasa tidak adil, karena dia meyakini Hughes tidak layak menjadi kapten karena sikapnya yang belum matang sebagai seorang pemimpin. Namun belakangan Smith tahu, bahwa Shankly memilihnya karena Hughes mengancam pergi jika tidak dijadikan kapten.

Meski begitu di atas lapangan, Smith dan Hughes bagaikan pasangan emas. Mereka begitu solid saat bermain meski api kebencian masih menyala. 

Saat itu perselisihan keduanya bukan menjadi rahasia umum bagi publik Anfield, namun kondisi itu perlahan memudar karena tidak peduli selama Liverpool menang dan meraih trofi, kedua sosok ini boleh saling benci demi prestasi. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya