Wawancara Pelatih PSMS Medan, Djadjang Nurdjaman

Djadjang Nurdjaman soal Dihujat dan Diminta Kembali Bobotoh

Pelatih PSMS Medan, Djadjang Nurdjaman
Sumber :
  • VIVA/Purna Karyanto

VIVA – Djadjang Nurdjaman kini bisa tersenyum lepas. Dia berhasil mengantarkan PSMS Medan promosi ke Liga 1 2018 mendatang. Datang menggantikan Mahruzar Nasution ketika babak 16 besar Liga 2 2017 bergulir bukanlah tugas mudah bagi pria yang akrab disapa Djanur tersebut.

Persib vs Bhayangkara FC Imbang, Begini Komentar Bojan Hodak

Djanur datang dengan rekam jejak kegagalan bersama Persib Bandung di putaran 1 Liga 1. Bahkan, dia memilih mundur dari klub berjuluk Maung Bandung itu ketika kompetisi baru memasuki pekan ke-14.

Tekanan dari Bobotoh dan cemoohan dari segelintir pihak di media sosial sempat membuat juru taktik berusia 64 tahun tersebut naik pitam. Bukan karena dia merasa disudutkan, tetapi banyak kata-kata tak pantas yang dialamatkan kepadanya.

Perburuan Top Skor Liga 1 Memanas! Flavio Silva Ancam David Da Silva

Semua tekanan yang telah berlalu itu dilupakan oleh Djanur. Kini dia fokus menangani PSMS yang akhirnya bisa kembali mentas di kompetisi kasta tertinggi Indonesia. Dia juga tak ingin menyimpan dendam kepada Bobotoh, suporter Persib.

Satu hari setelah PSMS berhadapan melawan Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), tim VIVA menyambangi Djanur di tempat tim berjuluk Ayam Kinantan itu menginap. Eks juru taktik Pelita Jaya U-21 itu tampak santai menikmati keberhasilan promosi, walau di laga final kalah 2-3 dari Persebaya.

Persikabo 1973 Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi dari Liga 1 Musim Ini

Berikut petikan wawancara VIVA dengan pria yang pernah membawa Persib juara Liga Super Indonesia (ISL) 2014 lalu itu:

Bagaimana perjalanan karier coach Djadjang setelah di awal mengalami kesulitan, tapi kemudian di klub berbeda mendapati kejayaan?

Di musim ini saya menukangi dua tim, di awal saya menukang Persib sampai putaran pertama, dan bisa dikatakan tahun ini bukan tahun saya di Persib karena banyak sekali kendala. Sehingga seperti biasa saja, ketika kita tidak bisa mengangkat tim seperti Persib ini, maka kita akan dapat cemoohan dan semacamnya dari Bobotoh atau mana pun, karena tekanannya amat luar biasa. Sehingga saya harus mundur dari kursi kepelatihan Persib sampai tiga pertandingan sebelum putaran 1 berakhir.

Setelah itu saya istirahat hampir tiga bulan, hingga kemudian ada tawaran dari manajemen PSMS untuk melanjutkan tim yang waktu itu sudah masuk 16 besar Liga 2, dan alhamdulillah akhirnya sampai di puncak Liga 2. Walau kami tidak bisa memenangi pertandingan, tetapi setelah sekian lama PSMS berada di kasta kedua, namun kami akhirnya bisa ke Liga 1. Ini pencapaian yang baik bagi saya dan pemain.

Dapat tawaran dari Liga 2, sebagai pelatih tentu punya gengsi. Apa yang membuat coach Djadjang mau menerima tawaran PSMS?

Tentu, awalnya saya berpikir panjang, karena jujur waktu itu saya sedang menikmati masa rehat setelah begitu banyak tekanan di Persib. Dan ketika keluar begitu nyaman sekali.

Ketika datang tawaran dari Liga 2, awalnya saya berpikir keras karena memang Liga 2 ya, orang akan berpikir kok turun kasta dan segala macam. Tapi, niat saya yang terpenting tetap memberi kontribusi bagi sepakbola Indonesia.

Yang kedua, tawaran ini datang dari PSMS Medan yang kita tahu merupakan kesebelasan legendaris di era Perserikatan dulu. Jadi saya pikir kalau bisa membantu naik ke Liga 1 ini kan sesuatu yang luar biasa bagi saya. Itulah yang jadi bahan pertimbangan saya mau menerima tawaran.

Beratkah beban sebagai pelatih masuk di tengah kompetisi Liga 2 berjalan?

Jujur, masuk di tengah jalan dengan materi pemain yang saya tidak tahu itu risikonya cukup besar. Tapi, saya memilih ambil tantangan itu dan alhamdulillah bisa menjalaninya dengan baik.

Ketika di Persib dapat tekanan suporter, masuk PSMS materi pemain bukan bentukan Anda. Apakah tidak ada trauma dapat tekanan lagi?

Tekanan di PSMS dan Persib sama. Terbukti di awal-awal pertandingan saya masuk, kebetulan tanpa latihan dulu ketika tandang ke Semarang. Kalah langsung 1-0, kemudian balik ke kandang dapat hasil seri melawan Persita Tangerang, dan itu sudah mulai timbul tekanan dan kata cemoohan.

Lantas apa yang dirasakan ketika itu?

Saya punya keyakinan sudah dua pertandingan, jadi sudah bisa melihat kualitas pemain yang dimiliki PSMS. Dan saya punya keyakinan kalau saja ada perbaikan di dua-tiga posisi, saya kira bisa baik. Saya datangkan tiga pemain pinjaman dan akhirnya bisa melaju.

Selanjutnya... Setelah di Persib


Ketika masa rehat, apa yang Anda lakukan? Apakah evaluasi kesalahan sebelumnya atau menikmati masa bebas?

Tiap hari ketika masih pegang Persib, bangun tidur saja sudah mulai berpikir pola latihan dan sebagainya. Begitu waktu hari pertama, eh saya kan sudah tidak jadi pelatih Persib lagi. Rasanya lepas gitu. Jadi dalam waktu dua bulan itu saya betul-betul tidak mengevaluasi diri dan segala macam. Betul-betul rehat saja.

Lalu apa kegiatan Anda ketika itu?

Pergi ke luar kota dalam rangka refreshing. Tapi, ada juga kegiatan sepakbola, karena ada tawaran menjadi pemantau seleksi di Jawa Tengah atau daerah-daerah Jawa Barat, seperti Cirebon dan Cianjur. Tapi, betul-betul intinya saya ingin refreshing.

Sekarang dapat berhasil tiket promosi Liga 1 di Bandung, adakah kepuasan secara psikologis?

Yang pasti Bandung buat saya luar biasa, banyak mengukir prestasi di Bandung. Saya ingat sekali, ketika pertama menukangi Pelita Jaya U-21 bisa juara dan finalnya di Bandung. Kemudian balik ke Bandung menukangi Persib juga banyak prestasi yang saya raih.

Sekarang ketika saya dalam waktu 2-3 bulan dihujat dan harus keluar meninggalkan Bandung. Sekarang justru punya kesempatan memperbaiki nama di Bandung juga, jadi menurut saya itu hal yang di luar dugaan. Betul-betul mengejutkan.

Bisa dikatakan 2017 penuh tekanan selama karier Anda?

Bisa dikatakan seperti itu, jujur tekanan itu saya baru dapat di Persib, karena di tempat lain saya kan baru. Di Pelita Jaya tidak dapat tekanan seperti itu.

Tapi, di tahun pertama dan tahun kedua di Persib tidak sebesar sekarang. Padahal, kan saya sudah berbuat memberikan beberapa trofi di sini. Seharusnya orang bisa melihat. Tapi, sepertinya orang-orang tidak mau mengerti.

Di Liga 1 musim 2017, tidak sedikit pelatih yang jadi korban. Kalau Anda sebagai pelatih, seberapa besar menanggung beban?

Ini sesuatu yang sudah harus ditangani pelatih di mana pun. Memang risiko jadi pelatih sudah seperti itu, bukan cuma di Indonesia. Berhasilnya sebuah tim tidak tergantung kepada pemain, tetapi pelatih. Kalau tim sedang bagus, pemain yang disorot, tetapi ketika jelek pelatih yang jadi sasaran.

Itu yang harus dipahami karena risiko pelatih sudah seperti itu. Jadi ketika itu menimpa kepada kita harus sudah siap.

Saya juga tekankan kepada keluarga, karena tekanan dalam dunia kepelatihan itu bukan merupakan aib karena memang sudah lumrah dan terjadi, bahkan di kelas dunia seperti (Jose) Mourinho sudah pernah mengalaminya. Jadi bukan aib jika pelatih dipecat.

Soal kultur, ketika masuk di PSMS sebagai pengganti, apa sih yang mesti dilakukan untuk mempertahankan performa?

Sebetulnya kalau boleh saya jujur, ketika saya menjadi pemain banyak pemain di PSMS yang jadi kawan saya. Mereka banyak menganggap saya sebagai pelatih yang punya nama. Kemudian mengambil PSMS yang menurut mereka secara materi kurang bagus. Sehingga banyak yang menyarankan saya untuk jangan mau.

Tapi, saya bilang masa sih? Jadi saya memberanikan diri untuk mengambil tantangan itu. Memang betul banyak kekurangan, tetapi dengan satu keyakinan saya mencoba karena ada pemain yang memiliki talenta luar biasa, saya mencoba memberanikan diri dan melakukan perubahan. Ternyata akhirnya bisa juga.

Di Liga 1 nanti, PSMS sebagai klub promosi mungkin secara komersial belum menarik bagi sponsor, tentu budget akan minimal. Sedangkan Anda di Persib penuh pemain bintang. Apakah ada keberanian berjanji PSMS bisa bersaing di papan atas?

Ini baru satu hari setelah final, dan itu akan saya bicarakan dengan manajemen PSMS mengenai keseluruhan untuk mengarungi Liga 1 nanti. Termasuk pertama mungkin jangan sampai PSMS hanya numpang lewat di Liga 1, dan kedua jangan muluk-muluk ketika promosi lalu ingin jadi penghuni papan atas.

Saya pikir realistis saja, mungkin bertahap. Saya pikir di tahun pertama bisa ada di papan tengah dahulu. Karena dengan budget yang seperti Anda katakan, mencari sponsor tidak akan segampang Persib atau klub lainnya yang sudah punya nama. Budget juga tentu akan terbatas.

Selanjutnya... Musim Depan & Dirindukan Bobotoh

Persaingan pelatih Liga 1 musim depan, Rahmad Darmawan kembali, lalu Alfredo Vera yang bisa menang Indonesia Soccer Championship dengan Persipura, kemudian Mario Gomez yang berjaya di Malaysia. Menurut Anda menarik tidak?

Pasti. Itu hebatnya kompetisi sepakbola Indonesia, bisa menarik perhatian pelatih dari luar. Jadi nama-nama yang Anda sebut tadi, sudah pasti akan meramaikan kompetisi kita di 2018 tadi.

Selain itu di sini kan sudah cukup banyak pelatih hebat seperti Jacksen F Tiago, kemudian Robert Rene Alberts. Belum lagi Widodo C Putro bersama Bali United. Saya pikir nanti akan semakin menarik.

Dilihat dari ilmu kepelatihan, apa yang menantang?

Dunia kepelatihan sekarang sudah sangat terbuka. Banyak informasi. Mode latihan klub seperti apapun kita semua bisa tahu. Kalau semua itu saya kira sudah sama-sama tahu.

Ada juga pelatih yang memilih latihan tertutup beberapa hari dalam sepekan. Menurut Anda itu jadi kunci tidak sih?

Ya itu mungkin feeling dari seorang pelatih, apa yang menurut dia akan diterapkan jadi rahasia. Saya sih maklum saja dia melakukan latihan tertutup bagi media atau siapapun.

Berhasil bawa PSMS promosi, kemudian ada suara-suara lagi untuk membawa Anda kembali ke Persib. Jika ingat tekanan di awal, dari hati kecil Anda seperti apa?

Saya dengar itu juga, karena saya masih suka buka media sosial. Tapi, untuk dalam waktu dekat, ya tidak lah. Karena Persib ingin dilatih dengan pelatih yang kualitasnya lebih baik.

Buktinya sekarang sudah mendatangkan pelatih yang sukses di Malaysia. Itu artinya mereka sudah melangkah dengan betul. Sedangkan saya biarkanlah dahulu mencoba meniti karier di klub yang lain.

Tapi, tidak ada perasaan negatif?

Tidak, tidak lah. Saya tidak dendam kepada Bobotoh. Karena saya tahu Bobotoh yang kemarin menulis di media sosial itu hanya sebagian kecil. Karena banyak Bobotoh yang meyakinkan saya. Jangan percaya itu, karena itu hanya sebagian kecil, karena memang sekarang jamannya media sosial, tapi paling cuma 10 persen yang begitu.

Bisa dibilang, Bandung adalah rumah, dan kembali ke Persib selalu terbuka?

Selalu terbuka. Pasti lah. Siapa sih yang tidak ingin berkarier di rumahnya sendiri. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya