Warsito Berniat Jual Lisensi Antikanker, Ini Kata Menristek

Warsito Purwo Taruno, penemu ECVT. Alat pemindai otak berbentuk helm ini dianggap lebih baik dari CT Scan biasa.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto

VIVA.co.id – Penemu Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker, Warsito Purwo Taruno, menyatakan niatnya untuk menjual temuannya ke negara lain. Hal ini dilakukan jika tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan nasib teknologi temuannya itu di Indonesia.
 
Selain ECCT, Warsito juga menciptakan Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) untuk diagnosis kanker hanya dalam beberapa detik.

Anak Kanker Tak Bisa ke RS Karena Pandemi, Ini Penanganannya

Menanggapi hal itu, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Mohamad Nasir, berharap hal itu tidak akan terjadi. Sebab, Kemenristekdikti telah berjuang ‘mati-matian’ lewat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), agar alat yang diciptakan Warsito bisa diproduksi di dalam negeri.

“Saya pikir Manufactured in Singapura, inilah yang menjadi masalah. Sementara (memang) riset pembiayaannya yang cukup tinggi. Inilah yang tidak ter-cover. Harapan ke depan, saya harap ini dilakukan (produksi) di Indonesia,” ucap Nasir kepada VIVA.co.id saat ditemui di Gedung Dikti, Jakarta, Selasa 29 Maret 2016 kemarin.

Ini Hal Terpenting untuk Menunjang Keberhasilan Terapi Kanker

Maka dari itu, saat ini, kata Nasir, dua Kementerian, Kemenristekdikti dan Kemenkes terus berupaya untuk ‘menyelamatkan’ agar teknologi Warsito, ECCT dan ECVT suatu saat berlisensi Made in Indonesia.
 
“Tujuannya apa (pendampingan), agar produksi dalam negeri, kalau luar negeri kita yang rugi,” tegasnya.

Beberapa waktu lalu, Warsito mengatakan, kerja sama dengan Singapura kemungkinan akan dimulai pertengahan tahun ini. Lalu, beberapa negara lainnya kini tengah menunggu untuk penandatanganan kesepakatan (MoU), seperti Jepang, Polandia dan Timur Tengah.

Terapi Sel untuk Obati Kanker Dibuka di Melbourne

“Secara nonekslusif ya, tapi kita tidak akan berikan secara eksklusif. Misalkan satu perusahaan saja, dan dia akan memiliki hak seluruhnya, artinya mengambil alih seluruhnya. Kita tidak bisa mengembangkan lagi. Kita sudah tidak bisa memakai lagi, itu dijual putus secara keseluruhan. Itu tidak (seperti itu),” ujar Warsito kepada VIVA.co.id beberapa waktu lalu.
 
Mengenai lisensi yang dicantumkan, Warsito menyebut bahwa akan tetap memperjuangkan nama ‘Indonesia’ agar tetap dituliskan dalam produk yang dibuatnya.
 
“Mungkin kita akan bikin, di dalam lisensi itu akan tetap mention, misalkan 'Designed by Indonesia, manufactured in Japan. Kan keren 'Designed by Indonesia',” tutur Warsito. (one)

penyakit kanker

Tak Perlu Keluar Negeri, Indonesia Kini Punya Terapi Kanker Gunakan Teknologi Tenaga Nuklir

Kanker merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di seluruh dunia. Di 2018 kasus kan meningkat 28 persen di Indonesia. Pada 2021, lebih dari 2 juta kasus

img_title
VIVA.co.id
19 Oktober 2022