Pita Lebar dan Pajak OTT Lebih Penting dari Interkoneksi

Ilustrasi pengguna menelpon
Sumber :
  • telkomsel

VIVA.co.id – Polemik terkait interkoneksi terus bergulir seolah tak berkesudahan. Masyarakat Telematika (Mastel) menganggap, hal ini harus dihentikan karena pekerjaan pemerintah masih banyak yang lebih penting untuk diselesaikan.

Pakai APBD Rp 12 Miliar, Penajam Paser Utara Bangun Interkoneksi Perpipaan Air Bersih

Dalam diskusi di Bandung kemarin, Mastel mengungkapkan, implementasi pita lebar merupakan PR pemerintah yang paling utama. Program inilah yang harus dikejar untuk bisa meratakan akses internet ke seluruh penduduk Indonesia.

"Membuat saudara kita di daerah marginal memiliki akses internet, itu yang harus dikejar daripada meributkan interkoneksi dan network sharing. Terapkan saja interkoneksi dengan pola asimetris, dan ubah network sharing agar tidak mandatory (wajib). Dengan begitu terjadi keadilan dan kesetaraan dari perspektif hukum. Sebab, operator yang memiliki jaringan luas dan memakan biaya investasi dan operasional besar, maka biaya interkoneksinya akan semakin tinggi," ujar Johni Siswadi dari Mastel Institute.

Hukuman Tambahan Larangan Akses Internet 8 Tahun ke Terdakwa Revenge Porn Dinilai Progresif

Johni mengatakan, bila menggunakan pola simetris dalam penerapan, maka penentuan tarif tidak berdasarkan biaya jaringan setiap operator. Inilah yang menyebabkan tidak adanya keadilan dan keseimbangan. Hal ini, kata Johni, sesuai dengan apa yang telah ditetapkan pemerintah saat memberikan frekuensi seluler, yang mewajibkan komitmen pembangunan infrastruktur telekomunikasi.

"Jadi wajar jika asimetris karena berbanding lurus dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan operator di lapangan. Ini bisa menjadi polemik lagi, ketika operator lain (non Telkom) tidak memenuhi kewajiban pembangunan berbasis pemberian frekuensi. Malah interkoneksi dinilai menguntungkan oleh banyak pihak," katanya.

Dapatkan Cuan Berlipat dengan Manfaatkan Jaringan Internet Cepat, Perhatikan Hal Ini

Sedangkan mengenai network sharing, kata Johni, seharusnya hal itu menjadi urusan antaroperator atau business to business (B2B). Pemerintah tak perlu mengaturnya sampai menjadi kewajiban (mandatory).

"Bagaimanapun, butuh investasi tidak sedikit untuk punya jaringan luas dan menyebar. Jika dipaksa, potensi merugi operator juga otomatis akan tinggi karena pendekatannya pemaksaan regulasi bukan kesetaraan regulasi untuk sebesar-besarnya kesejahteraan seluruh pihak," jelas Johni. 

Dia menambahkan, ada beberapa hal yang harus menjadi fokus pemerintah. Selain implementasi pita lebar nasional, pemerintah juga harus memungut pajak dari Over the Top (OTT). Penerimaan negara dianggap tidak sebanding dengan potensi bisnis OTT yang beroperasi di Indonesia. 

Selain soal pajak, kedaulatan informasi juga harus diperhatikan. Saat ini, kata dia, sudah seperti menyerahkan leher ke pihak luar Indonesia untuk kemudian dikapitalisasi data personalnya kemudian hari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya