Persekusi di Facebook, 32 Kasus Berstatus 'Diburu'

Ilustrasi Facebook.
Sumber :
  • www.pixabay.com/Geralt

VIVA.co.id – Maraknya aksi persekusi atau main hakim sendiri di media sosial, khususnya Facebook, yang dianggap sebagai langkah pembenaran membuat kalangan pegiat media sosial khawatir.

Di Media Sosial Ada Golongan Hitam, Abu-abu dan Putih

Berdasarkan data yang dikelola VIVA.co.id dari SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network), Rabu, 31 Mei 2017, menyebutkan, sejak 27 Januari-30 Mei 2017, terdapat 52 kasus persekusi di seluruh Indonesia.

Dari 52 kasus, Provinsi DKI Jakarta merupakan lokasi terbanyak persekusi melalui Facebook dengan 9 kasus. Kemudian, disusul Jawa Barat dengan 7 kasus dan Jawa Tengah 4 kasus. 

Iran Larang Penggunaan Medsos Asing di Sekolah

Sementara itu, lokasi ‘tidak diketahui’ mencapai 11 kasus. Tidak diketahui di sini maksudnya akun Facebook pengguna telah dihapus atau diretas (di-hack) sehingga tidak bisa terdeteksi.

Untuk tindakan persekusi, akun-akun yang dianggap menghina agama atau ulama di media sosial kemudian diburu oleh beberapa pihak.

Dampak Medsos, Ibu-ibu Perang Komentar soal Asuh Anak

Tak pelak, 32 kasus perburuan dilakukan oleh pihak tertentu. Selanjutnya, pengguna akun yang ditangkap ‘hanya’ 8 kasus, akun pelaku penghinaan yang dihapus sebanyak 7 kasus, serta sisanya ‘tidak diketahui’ sebanyak 3 kasus, langkah somasi dan berakhir dengan klarifikasi masing-masing 1 kasus.

Persekusi sendiri dilakukan dengan beberapa tahapan. Pertama, lewat halaman Facebook, admin melacak orang-orang yang menghina agama/ulama. Kedua, menginstruksikan massa untuk memburu target yang sudah terungkap identitas seperti foto, alamat kantor/rumah.

Ketiga, aksi geruduk ke kantor/rumahnya oleh massa. Keempat, dibawa ke polisi dikenakan pasal 28 ayat 2 UU ITE atau pasal 156a KUHP.

SAFEnet mengaku khawatir bila aksi persekusi ini semakin dibiarkan bisa menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia.

“Cara yang benar bila menemukan posting menodai agama atau ulama adalah dengan proses sesuai hukum. Pertama bisa melakukan somasi, lalu mediasi secara damai. Bila mediasi tak berhasil, melaporlah ke polisi. Setelah itu, awasi jalannya pengadilan,” tutur Damar Juniarto, Regional Coordinator Safenet, kepada Viva.co.id, Rabu, 31 Mei 2017.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya