- REUTERS/Regis Duvignau
VIVA – Jejaring sosial Twitter meluncurkan skema baru untuk mengurangi semua sikap yang bisa mengubah percakapan publik, termasuk mengenai Islam, ujaran kebencian atau hate speech, rasisme, dan xenofobia. Untuk itu, mereka mengundang dua tim akademisi untuk memulai proyek ini.
Asisten Profesor Ilmu Politik Universitas Leiden, Belanda, Rebekah Tromble, mengatakan jika timnya dipilih oleh Twitter karena memiliki jangkauan subyek yang cukup luas. "Mereka ingin kami mempelajari semuanya, termasuk mengenai Islam, perbedaan, dan populisme sayap kanan," kata dia, seperti dikutip Metro, Rabu, 1 Agustus 2018.
Tromble, yang lulus Doktoral mengenai Islam dan media ini mengaku akan bekerjasama dengan Michael Meffert, yang juga satu almamater dengannya, untuk menulis beberapa penelitian mengenai sayap kanan.
Ia juga akan mencoba mengembangkan algoritma mengenai wacana intoleransi dan otomatis akan langsung mengenali percakapan tentang ujaran kebencian, rasisme, dan xenofobia.
Sementara itu, Legal, Policy and Trust and Safety Lead Twitter, Vijaya Gadde menambahkan, salah satu tugas tim akademisi ini untuk mengukur efek dari echo chamber dan ujaran kebencian pada platform mereka. Hasilnya akan digunakan untuk pengembangan strategi Twitter ke depannya.
"Kami ingin semua pengguna terhindar dari hate speech, pelecehan, dan xenofobia yang dapat mengurangi atau mendistorsi percakapan publik," ungkapnya.
Awalnya media sosial itu meninjau 230 proposal yang berasal dari akademisi di seluruh dunia. Proposal itu berisi mengenai bagaimana mengukur kesehatan dari percakapan publik. Salah satu skema mengenai memeriksa echo chamber dan percakapan tidak beradab.