Kecerdasan Buatan Diklaim Bisa Saring Informasi Fakta dan Hoax

Ilustrasi kecerdasan buatan.
Sumber :
  • www.pixabay.com/geralt

VIVA – Pemeriksa fakta atau fack checker yang bekerja di media massa memiliki pekerjaan cukup menantang. Mereka harus memastikan semua informasi yang ada di artikel adalah fakta atau benar, bukan hoaks. Untuk itu, para peneliti memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Berharap Implementasi AI Bisa Lebih Luas

Hal ini berkaca dari pengalaman pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016. Mengutip Popular Science, Sabtu, 6 Oktober 2018, para peneliti dari MIT bersama lembaga serupa di Qatar dan Bulgaria, menggunakan AI untuk membantu manusia memahami susunan bahasa yang rumit.

Untuk melatih sistem AI, mereka menggunakan data dari 1.066 situs web atau situs yang terdaftar. Lalu, AI akan menganalisis informasi situs web berita, mempertimbangkan sumber seperti halaman Wikipedia atau Twitter, bahkan URL.

AI Bisa Tahu Hidup dan Mati Manusia

Peneliti Utama, Ramly Baly mengatakan, teknologi ini memiliki sekitar 65 persen akurasi dalam memprediksi seberapa faktual situs web berita. Ia juga mengatakan bahwa manusia dan AI sama-sama membutuhkan sumber seperti Wikipedia.

"Salah satu sumber daya terbaik untuk AI adalah salah satu yang juga diandalkan manusia. Di sinilah Wikipedia punya peran sangat penting,” kata dia.

Puluhan Pelaku Kejahatan Diciduk Polres Depok, 2 di Antaranya Tega Bacok Korban

Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara publikasi dengan tingkat kecondongan yang ekstrem, menyebabkan tingkat keakuratan berita yang rendah. Ramly menuturkan AI mempertimbangkan kelayakan keseluruhan situs web serta memeriksa halaman Wikipedia.

Tim riset MIT bukan satu-satunya yang memanfaatkan AI untuk menganalisis bahasa. Sistem AI buatan Google yang disebut Jigsaw secara otomatis menilai kebiasaan komentar pembaca, dan Facebook telah beralih ke AI untuk membantu menambah upaya untuk menghentikan pidato ujaran kebencian di Myanmar.

AI mampu menganalisis antara 50 hingga 150 artikel di setiap situs berita dan memeriksa bahasa di dalamnya. Situs web yang sangat berat sebelah mencoba untuk menarik emosi para pembaca.

“Mereka menggunakan bahasa yang berbeda. Kami masih ingin membuat sistem menjadi lebih canggih. Tujuan kami pada tahap ini adalah untuk memulai cara berpikir yang baru tentang bagaimana mengatasi masalah ini," ujar Ramly. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya