Pria Muda Ini Meninggal Setelah Makan Cacing di Siput 8 Tahun Lalu

Gambar cacing Angiostrongylus cantonensis yang diperbesar
Sumber :
  • IFL Science

VIVA – Pada Jumat pekan lalu, seorang pria berusia 28 tahun dari Sydney, meninggal dunia akibat komplikasi infeksi cacing paru tikus. Kematian Sam Ballard, nama pria itu, mungkin akan memberi peringatan pada kita untuk mawas diri terhadap parasit dan senantiasa menjaga higienitas, terutama makanan.

Two Died from Fungal Brain Infection Linked to Cheap Plastic Surgery

Dilansir dari laman IFL Science, 13 November 2018, Ballard tidak serta-merta meninggal sesaat setelah terkena infeksi cacing itu. Akan tetapi, kisah tragisnya bermula dari delapan tahun lalu, ketika ia memakan siput taman.

Siput yang masuk ke tubuh Ballard, rupanya mengandung cacing paru tikus, sejenis cacing gelang yang dikenal sebagai Angiostrongylus cantonensis. Seolah tak mau menetap di saluran cerna, A. cantonensis lantas bermigrasi ke sistem saraf pusat Ballard, hingga pria muda itu mengalami kerusakan otak yang signifikan.

Dua Orang Tewas Akibat Infeksi Jamur Otak Usai Jalani Oplas Murah

Seperti namanya, A. cantonensis ditemukan di seluruh Asia Tenggara dan Pasifik. Cacing gelang ini berevolusi untuk menyelesaikan siklus hidupnya di dalam arteri pulmonal tikus. Namun melalui kontak dengan makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran tikus, cacing bisa masuk ke tubuh manusia.

Syarat Haji, Kemenkes Terbitkan Sertifikat Vaksin Meningitis di Aplikasi Ini

Dalam keadaan normal, larva tahap pertama menetas di paru-paru tikus, kemudian berjalan ke usus, dan akhirnya dikeluarkan kembali bersama kotoran ke lingkungan. Saat kotoran bertebaran di tanah, larva bisa hinggap di siput atau hewan lainnya, yang kemudian menjadi perantara.

Setelah dua bulan pematangan dalam moluska, larva tahap ketiga matang dan siap untuk menyerang 'tuan rumah' baru (manusia), apabila ia bersentuhan dengan siput itu, atau memakannya seperti Ballard.

Jika larva berakhir di usus manusia, ia dapat membuat kekacauan untuk mencoba menyesuaikan diri. Pada masa inilah penyakit peradangan dengan gejala yang mirip dengan radang usus buntu dapat terjadi.

Dalam kasus lain, cacing bisa berpindah ke otak dan menetap di sana. "Ketika sampai ke otak, individu bisa mengalami meningitis eosinofilik," kata Heather Stockdale Walden, asisten profesor di Departemen Penyakit Menular dan Patologi di University of Florida, dikutip dari IFL Science.

Kondisi itu dapat menyebabkan peradangan selaput yang mengelilingi sumsum tulang belakang dan otak.

Pada tahun 2017, Australia The Sunday Project mengabarkan bahwa Ballard mulai menderita meningitis eosinofilik hanya beberapa hari setelah mengonsumsi siput.

Tanda pertama adalah rasa sakit yang parah di kakinya, hingga dibawa ke rumah sakit. Dia kemudian koma selama 420 hari. Selama periode ini, peradangan dari respon imun terhadap cacing menghancurkan jaringan di otak Ballard. Ia mengalami setengah lumpuh dari leher ke bawah dan mengalami kesulitan berkomunikasi.

Pada tahun-tahun sesudahnya, Ballard mendapatkan kembali kendali tungkai parsialnya melalui terapi fisik. Ia dapat memahami segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya dan bisa diajak berinteraksi, namun masih tetap membutuhkan perawatan 24 jam dalam tujuh hari, hingga meninggal.

Untuk menghindari paparan cacing paru tikus, jangan mengonsumsi hewan lunak atau moluska, kepiting setengah matang, udang air tawar, dan cuci bersih semua buah dan sayuran mentah. Jika Anda atau keluarga mengalami gejala meningitis, seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sensasi abnormal di lengan dan tungkai, segera cari pertolongan medis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya