Situasi Keamanan Siber Indonesia Bikin Khawatir Masyarakat

Hacker.
Sumber :
  • YouTube

VIVA – Tren serangan siber yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini berpotensi mengancam kepentingan nasional. Beberapa contoh serangan di antaranya kebocoran 87 juta data Facebook yang terjadi pada 2018.

Taliban Plans to Block Facebook Access in Afghanistan

Kemudian, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA, di mana sistem mereka memiliki celah keamanan yang mampu dimanfaatkan oleh para peretas atau hacker.

Berdasarkan National Cyber Security Index, sebuah indeks yang disusun untuk mengukur keamanan siber secara global, Indonesia saat ini menempati urutan 105 dari 130 negara yang paling rentan diretas dengan nilai Security Index 19,48 poin.

Taliban Akan Blokir Akses Facebook di Afghanistan

Padahal, indeks level pengembangan digital Indonesia mencapai 50,22 atau berada di peringkat 87. Artinya, keamanan siber di Indonesia belum sebanding dengan perkembangan digital.

Saat ini mayoritas serangan siber menyasar sektor keuangan, perdagangan dan sumber daya manusia (SDM). Sektor-sektor ini memiliki dampak psikologis besar bagi masyarakat.

WNA Asal Rusia Kongkalikong dengan Hacker Meksiko Bobol ATM di Palembang

Meski sebagian besar tidak membawa kerugian langsung secara finansial, namun situasi ini mampu memunculkan kekhawatiran masyarakat. Inilah kenapa gangguan keamanan siber kepada sektor-sektor itu menjadi kepentingan nasional yang patut dibela.

Direktur Eksekutif Information and Communication Technology Institute, Heru Sutadi mengatakan tidak ada sebuah sistem yang sepenuhnya aman dari gangguan keamanan siber. Demikian pula dengan sistem digital di Indonesia yang tak akan luput dari serangan siber.

“Pihak yang tidak bertanggungjawab akan memanfaatkan celah keamanan sekecil apapun. Perkembangan kejahatan siber meningkat baik secara kuantitas dan kualitas,” kata dia, lewat keterangannya, Selasa, 16 April 2019.

Serangan hacker atau siber.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain penguatan kapasitas keamanan siber sebuah negara. Penguatan dilakukan untuk mengimbangi level pengembangan digital yang saat ini semakin cepat.

"Indonesia harus sadar mengenai bahaya kejahatan siber. Apalagi kita juga pernah mendapatkan serangan malware dari seluruh dunia. Itu bukti tidak ada sistem yang 100 persen aman,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Jamalul Izza, menambahkan jumlah pengguna internet di Tanah Air terus meningkat. Data terakhir APJII menunjukkan jumlah pengguna internet mencapai lebih dari 143 juta jiwa atau setara 54,68 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Peningkatan penetrasi internet di Indonesia memunculkan risiko berupa upaya pencurian data. "Tinggal bagaimana antisipasinya agar tidak terjadi pencurian data. Harus dilihat juga pencurian data dapat dilakukan dari internal atau eksternal," kata dia.

Menurut Jamalul, berbagai pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat sebagai pengguna harus bergandeng tangan melawan berbagai serangan siber tersebut. Para pemangku kepentingan dapat memberikan bantuan sesuai peran dan wewenang masing-masing.

Pelaku usaha harus mau berinvestasi untuk terus memperkuat sistem yang mampu menutup celah keamanan. Masyarakat juga disarankan tidak mudah memberikan informasi pribadi kepada pihak lain.

Pemberian data-data pribadi seperti nomor identitas, tanggal lahir dan kartu kredit sebaiknya dibatasi. "Untungnya, transaksi kartu kredit sudah diamankan dengan kode-kode tertentu," ujar Jamalul. (ann)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya