2.184 Akun Ditutup Selama Pembatasan Media Sosial, Twitter Terbanyak

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara (kiri).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebutkan selama pembatasan media sosial, yaitu pada 22 sampai 25 Mei 2019, pihaknya telah menutup ribuan sumber, baik yang berasal dari URL (alamat situs) dan/atau akun.

Akibat Rem Mendadak, Pengendara Motor Tabrak Pikap hingga Terjungkal

Rinciannya adalah Twitter mencapai 848, Instagram sebesar 640, Facebook sebanyak 551, YouTube sekitar 143, dan situs atau website dan LinkedIn masing-masing 1.

"Jadi totalnya mencapai 2.184 akun," kata dia melalui akun Twitternya, @rudiantara_id, Senin, 27 Mei 2019. Rudiantara melanjutkan bahwa cara lain yang ditempuh untuk membatasi akses media sosial yaitu bekerja sama dengan penyedia platform.

Viral di Media Sosial Tawuran Brutal Antar Pelajar, 3 Pelaku Terancam Hukuman Penjara 10 Tahun

Ia pun memberi contoh ketika berbicara dengan pimpinan salah satu media sosial dalam menghadapi kerusuhan massa pada Rabu, 22 Mei kemarin.

"Saya telah berkomunikasi dengan pimpinan WhatsApp. Hasilnya, dalam satu minggu sebelum kerusuhan 22 Mei lalu telah menutup sekitar 61 ribu akun aplikasi WA yang melanggar aturan," jelasnya.

Kemenkominfo Gelar Talkshow “Rekam Jejak Digital di Ranah Pendidikan”

Rudiantara mengungkapkan pembatasan akses media sosial merupakan salah satu dari alternatif-alternatif terakhir yang ditempuh pemerintah seiring dengan tingkat kegentingan.

Menurutnya pemerintah negara-negara lain di dunia telah membuktikan efektivitasnya dalam mencegah meluasnya kerusuhan. Rudiantara lalu menyebut kasus yang menimpa Srilanka dan India.

"Satu hoax sudah cukup untuk memicu aksi massa yang berujung penghilangan nyawa. Itu yang dialami Mohammad Azam di India tahun 2018. Kemudian, Srilanka menutup FB dan WA untuk meredam dampak serangan bom gereja serta serangan anti-muslim," ungkap Rudiantara.

Oleh karena itu, ia mendorong masyarakat agar jangan lelah memberitahu atau menginformasikan ke orang sekitar agar berhenti menyebar konten yang mengandung hoax, fitnah maupun provokasi, yang jelas-jelas melanggar hukum. "Tentu saja ini harus kita mulai dari diri sendiri," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya