Aturan Blokir IMEI Ponsel Ditandatangani 17 Agustus 2019, Bertahap

Menkominfo Rudiantara.
Sumber :
  • VIVA/Novina Putri Bestari

VIVA – Pemerintah masih menggodok peraturan tiga kementerian soal International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang bertujuan untuk menekan peredaran ponsel di pasar gelap di Indonesia. Rencananya, aturan ini akan ditandatangani pada 17 Agustus mendatang, atau bertepatan dengan HUT RI ke-74.

Peremajaan Sawit Jauh dari Target, Airlangga: Hanya 50 Ribu Hektare per Tahun

Tiga kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Menkominfo Rudiantara mengaku jika pemerintah sudah memiliki skema dan membaginya menjadi tiga langkah dalam upaya pengendalian IMEI.

Pertama, yaitu fase inisiasi. Menurut Rudiantara fase ini ditandai dengan penandatanganan tiga peraturan menteri atau permen. Kedua, fase persiapan, di mana pemerintah menyiapkan sejumlah hal.

Kemenperin Dorong IKM Berperan dalam Ekosistem Kendaraan Listrik

"Misalnya, Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (SIBINA), Database IMEI, pelaksanaan tes, dan sinkronisasi data operator seluler," kata dia di Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2019.

Selanjutnya, ungkap Rudiantara, ada persiapan dan pelaksanaan sosialisasi, penyiapan pusat layanan konsumen, penyiapan sumber daya manusia (SDM), standard operational procedure (SOP) tiga kementerian bersama operator seluler. "Nah, fase pertama dan kedua ini diharapkan bisa terealisasi bulan ini," jelasnya.

Korban Tewas Akibat Penembakan di Gedung Konser Moskow Bertambah Jadi 140 Orang

Untuk yang ketiga adalah fase operasional atau eksekusi. Rudiantara memberi contoh seperti keaslian perangkat, penyediaan layanan 'lost & stolen', serta mekanisme dan pelaksanaan sosialisasi lanjutan. "Untuk fase ini kita harapkan bisa terealisasi bulan Februari 2020," terang dia.

Merdeka ponsel ilegal

Bukan itu saja, Rudiantara mengingatkan bahwa peredaran ponsel ilegal atau black market (BM) sangat merugikan bagi konsumen, industri dan negara. Dari sisi tata niaga, ia melanjutkan, peredaran ponsel BM sangat mengganggu sistem perekonomian, khususnya pendapatan negara.

"Beberapa negara sudah menerapkan soal validasi IMEI ponsel. Negara juga sangat diuntungkan karena pendapatan negara dari pajak bisa terdongkrak, selain tentunya konsumen juga terlindungi," papar Rudiantara.

Seperti diketahui, data Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) menyebutkan 45 juta ponsel pintar (smartphone) baru setiap tahunnya beredar di Indonesia. Namun yang menjadi masalah, dari total smartphone baru, sekitar 20-30 persen adalah ilegal.

Dari sekitar 20 persen atau 9 juta unit ponsel BM ini harga per unitnya di kisaran Rp2,2 juta, maka nilai ponsel baru yang beredar bisa mencapai Rp22,5 triliun.

Dengan demikian, potensi kerugian negara dari hilangnya pendapatan 10 persen PPN dan 2,5 persen PPh adalah mencapai Rp2,8 triliun setiap tahunnya. "Karena itu, dengan keluarnya permen tiga menteri nanti bentuk kemerdekaan Indonesia dari ponsel BM," kata Rudiantara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya