Hooq Ngaku Siap Bersaing dengan Netflix tapi Tumbang, Cek Sejarahnya

Hooq ketika hadir di Indonesia.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

VIVA – Aplikasi video streaming Hooq berhenti beroperasi mulai 30 April mendatang. Country Head Hooq Indonesia, Guntur Siboro, membenarkan hal tersebut. Dengan demikian, layanan yang digadang-gadang sebagai pesaing utama Netflix itu resmi tutup di Indonesia, India, Thailand, Fillipina, dan Singapura.

Usai Jebolan Alibaba, Kini Alumni Hooq Indonesia Direkrut

"Ya benar (tutup). Hal ini menindaklanjuti keputusan pemegang saham tanggal 27 Maret lalu untuk melikuidasi perusahaan. Karyawan tentunya akan berhenti juga," kata Guntur kepada VIVA. Pascatutup 30 April nanti, pelanggan Hooq dilaporkan tidak akan lagi dibebankan biaya.

Selain itu, pengguna baru juga tidak lagi dapat mendaftar pada layanan streaming yang ditawarkan oleh aplikasi ini mulai keputusan likuidasi diputuskan Singtel, perusahaan telekomunikasi raksasa asal Singapura, yang memiliki 76,5 persen Hooq.

Kabar Baik dari Penyedia Layanan Streaming Film untuk Penggila Drakor

Berdasarkan data yang diolah dari berbagai sumber, Hooq merupakan hasil dari joint venture Sony Pictures, Warner Bros dan Singtel, yang didirikan pada 2015 ketika kehadiran Netflix masih sedikit di Asia.

Sejatinya, Hooq dapat mengambil kesempatan pada sistem distribusi dan jangkauan Singtel untuk mengirimkan film-film Hollywood, tv-series, dan juga program lokal lain ke pasar Asia.

Kabar Sedih dari Penyedia Layanan Streaming Film

Sebelum tumbang, Hooq mengklaim bahwa layanannya telah digunakan oleh 80 juta pengguna. Inilah yang membuat Hooq sesumbar bisa menyaingi Netflix.

Apalagi, Hooq sebelumnya menggandeng sejumlah operator seluler seperti Smartfren dan Telkom, melalui sistem bundling dari pembelian paket kuota internet guna meningkatkan jumlah pelanggan.

Tak hanya dengan operator seluler, Hooq juga melancarkan upayanya untuk bertumbuh dengan bekerja sama dengan Grab. Satu tahun setelah berdiri, Hooq dinobatkan sebagai Aplikasi Seluler Terbaik di kategori Media, Film, TV atau Video di Global Mobile (GLOMO) Awards GSMA di Barcelona, Spanyol.

Kendati demikian, menurut pihak Hooq, sejak awal berdiri telah terjadi perubahan struktural yang signifikan dari pasar video over-the top atau OTT, serta lansekap kompetisinya. Salah satunya, ada kemauan pasar untuk membayar ketika pilihan layanan terus meningkat.

"Penyedia konten global dan lokal semakin terarah, harga konten terus tinggi, dan kemauan pasar untuk membayar semakin tinggi di tengah serangkaian pilihan yang terus meningkat," kata Hooq, dikutip dari situs Business Times. Akibat perubahan itu, maka model bisnis yang layak bagi platform OTT independen juga ikut berubah.

Akhirnya, pada 27 Maret kemarin, Hooq mengajukan likuidasi (Creditor's Voluntary Liquidation/CVL), dan menunjuk Lim Siew Soo dan Brendon Yeo Sau Jin sebagai gabungan likuidator sementara. Hal ini untuk mengawasi secara sementara operasi yang sedang berlangsung.

Namun, sebelum merealisasikan rencana likuidasi, Hooq terlebih dahulu akan menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS), serta pertemuan kreditor yang berlangsung pada 13 April. Hingga keputusan bulat menutup seluruh operasionalnya di Asia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya